Daerah

Fenomena Post Truth: Kisah Pemilik Kambing dan Empat Orang Penipu

Ahad, 6 Oktober 2019 | 15:30 WIB

Fenomena Post Truth: Kisah Pemilik Kambing dan Empat Orang Penipu

Rektor al-Ahqaff Yaman Habib Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad Baharun pada Studium Generale yang diselenggarakan Institut Agama Islam al-Falah Assunniyyah (Inaifas) Kencong, Jember, Jawa Timur, Jumat (4/10). (Foto: NU Online/Nawawi)

Jember, NU Online
Suatu hari komplotan penipu merencanakan menipu seorang pemilik kambing. Ketika pemilik kambing mau menjual binatang peliharaannya ke pasar, penipu pertama beraksi.

"Mau dibawa kemana anjing ini?" Si penipu mulai memperdayai calon korban.
"Ini bukan anjing, ini kambing," jawab pemilik kambing.
Si penipu tetap ngotot kalau yang dia lihat adalah anjing. Adapun pemilik kambing tak mau ambil pusing. Dia pun meninggalkan penipu pertama.
 
Penipu kedua pun mencegat pemilik kambing itu.
"Wah. Bagus sekali anjingmu."
"Ini bukan anjing, ini kambing."
"Apa kamu tidak melihat kalau ini memang anjing. Lihat bulunya."
"Bukan. Ini kambing. Dengarlah. Dia mengembik. Bukan menggonggong," jawab pemilik kambing.
Perdebatan terjadi. Akhirnya, pemilik kambing pun meninggalkan penipu kedua dan melanjutkan perjalanannya.
 
Bertemulah pemilik kambing dengan penipu ketiga. Sang penipu ini juga mahir bersilat lidah dan meyakinkan apabila binatang yang mengembik itu bukan kambing, tapi anjing. Dari sini, melihat tiga orang mengatakan jika binatang yang dia bawa adalah anjing, keyakinan pemilik kambing pun mulai goyah.  “Jangan-jangan, ini memang anjing, bukan kambing,” katanya dalam hati.
 
Kebenaran yang dia yakini mulai kabur. Kenyataan yang ada mulai membias. Kemudian, dia bertemu penipu keempat.
"Hei, mau kemana nih?'
"Ke pasar."
"Apakah kamu mau menjual anjingmu ini?
"Iya."
 
Lalu, kambing yang disangka anjing gara-gara olah kata para penipu beralih pemilik. Penjualnya pun akhirnya meyakini kalau yang dia jual adalah anjing, walaupun mengembik.
 
Inilah contoh yang menggambarkan tentang sebuah fenomena yang dinamakan era post-truth. Era post-truth adalah sebuah fase dimana kebenaran hakiki dikaburkan atau dibiaskan sedemikian rupa oleh banjirnya informasi.
 
Kebenaran seringkali kabur maknanya akibat asumsi dan opini yang dibangun melalui disinformasi. Sosok yang baik, gara-gara dicitrakan buruk oleh media, akhirnya dipercayai sebagai pribadi yang rusak. Demikian pula sebaliknya. Nilai-nilai agama yang baik, karena disampaikan melalui disinformasi, akhirnya malah tidak dilaksanakan di masyarakat. Karena dianggap kuno, ketinggalan zaman, tradisional, konservatif, dan seterusnya.
 
Pemaparan ini disampaikan Rektor al-Ahqaff Yaman Habib Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad Baharun pada Studium Generale yang diselenggarakan Institut Agama Islam al-Falah Assunniyyah (Inaifas) Kencong, Jember, Jawa Timur, Jumat (4/10).
 
Menurut Prof. Abdullah, media sosial memiliki peranan penting dalam penguatan sekaligus pembiasan makna kebenaran. Oleh karenanya ia mengingatkan bahwa mahasiswa Inaifas sebagai bagian dari kaum muda, berperan penting dalam menjaga kebenaran itu sendiri tanpa harus ikut-ikutan tren.
 
Pada acara yang bertajuk Tasawuf Akhlaqi dan Urgensinya dalam Perguruan Tinggi Menghadapi Era Post Truth dan diikuti sekira 200 mahasiswa baru ini, Prof. Abdullah memberikan Solusi menghadapi era post-truth.
 
Pertama, senantiasa belajar melalui eksperimen yang ada. Melalui pengujian informasi secara terus menerus hingga akhirnya diketahui hakikat kebenaran. Kedua, melalui pengalaman orang lain. Yaitu para ahli di bidangnya.
 
Terkait kegiatan ini, sejak 2017, Inaifas memang sudah menjalin kerjasama dengan Univiversitas Al-Ahqaff ini. Menurut Rektor Inaifas, Rijal Mumazziq Z,  kerja sama ini dilakukan untuk saling belajar. Usia kedua kampus ini juga masih "muda". Al-Ahqaff berdiri tahun 1995, Inaifas pada 1998.
 
"Ke depannya, kita berharap bisa mengirimkan dosen untuk belajar metodologi pembelajaran bahasa Arab di Al-Ahqaff ini." kata Rijal, Ahad (6/10).
 
Ahmad Zuhairuz Zaman, Dekan Fakultas Syariah Inaifas, yang juga alumni al-Ahqaff, menyebut apabila relasi antara kedua kampus ini akan terus berlanjut, karena Prof. Abdullah juga memiliki program mengunjungi para alumni al-Ahqaff di Indonesia setiap tahunnya.
 
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Muhammad Faizin