Daerah

Dua Setengah Tahun, Tunanetra Ini Mampu Hafal Qur’an Melalui Walkman

Sab, 4 Desember 2021 | 20:55 WIB

Dua Setengah Tahun, Tunanetra Ini Mampu Hafal Qur’an Melalui Walkman

Sujianto, santri Pondok Pesantren Mathali’ul Huda (PMH) Pusat, Kajen. (Foto: tangkapan layar Youtube)

Jakarta, NU Online
Menghafal Al-Qur’an kerap dianggap perkara yang cukup sulit bagi sebagian orang. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat santri Pondok Pesantren Mathali’ul Huda (PMH) Pusat, Kajen, Sujianto. Dengan keterbatasan fisiknya, Sujianto atau yang akrab disapa Oji ini berhasil menuntaskan hafalan Al-Qur’annya meski menderita ablasio retina yang menyebabkan hilangnya kemampuan penglihatan.


Berawal dari bantuan teman yang menuntun ayat per ayat, Oji kemudian memikirkan alternatif lain untuk menghafal Al-Qur’an tanpa merepotkan temannya. Kemudian, ia memutuskan untuk menggunakan Walkman atau pemutar audio kaset sebagai media untuk menghafal.


“Masa saya merepotkan teman-teman terus seperti ini, dituntun teman yang mengucapkan satu ayat lalu saya yang mengulang. Lah, itu kalau terus menerus satu Al-Qur’an, masa bisa. Kemudian saya mikir, pakai Walkman saja,” tutur Oji pada tayangan di kanal YouTube NU Online, Sabtu (4/12/2021).


Saat memutuskan untuk menggunakan Walkman, sambung Oji, ia kemudian meminta bantuan langsung kepada menantu KH Nafi’ Abdillah, Allahu yarham, Kiai Abdul Rozaq untuk merekamkan suaranya. Sampai pada juz kedua, karena merasa merepotkan sang kiai, Oji kemudian berpindah dari menggunakan rekaman suara Kiai Abdul Rozaq ke rekaman Syekh Sudais yang ia peroleh dari temannya.


“Saya minta langsung sama Kiai Abdul Rozaq untuk merekam suara beliau,” katanya.


Menggunakan media suara sebagai satu-satunya sarana menghafal, Oji menyebut sudah lebih dari lima buah Walkman yang habis ia gunakan selama menghafal. “Jadi saya menghafalkan itu prosesnya pakai lima walkman itu ya ada, bahkan mungkin lebih,” paparnya.


Selama proses menghafal, Oji bercerita bahwa ia kerap menanyakan ayat-ayat pertama di halaman mushaf kepada temannya. “Itu saya nanya dulu sama temen pojoknya itu apa. Awal pojok yang halaman berikutnya itu apa, lalu saya ingat-ingat terus. Kalau nggak seperti itu kayaknya kesulitan juga,” ungkapnya.


Khatam dalam dua setengah tahun
Oji sendiri datang ke pesantren untuk menghafal pada tahun 2003 di usianya yang sudah menginjak 20 tahunan. Ia berhasil khatam menghafal dalam kurun waktu dua tahun setengah. Kendati demikian, Oji menilai hafalannya perlu diperkuat lagi. Sampai mengikuti prosesi wisuda, hingga tahun 2010 Oji masih menggeluti hafalannya di pesantren.


“Khatamnya dua tahun setengah. Itu sebenarnya saya cuma memburu khatam doang. Begitu khatam, ya belum bisa bunyi secara keseluruhan. Proses yang panjang kalau saya, itu di tahapan melancarkan. Mulai menghafal tahun 2003, melancarkan sampai wisuda tahun 2010,” ujarnya.


Oji tak pernah menyangka akan menjadi seorang penghafal Al-Qur’an. Keterbatasan fisik pada indra penglihatan bukanlah keadaan yang ia terima sejak lahir. Barulah setelah lulus pendidikan SLTA, Oji divonis menderita ablasio retina, yang menyebabkan dirinya kehilangan penglihatan dari tahun 1998 sampai hari ini.


Beragam pengobatan telah ia tempuh. Sempat mengalami keterpurukan, Oji lalu menemukan sebuah jawaban. Pada saat ia berobat ke salah satu pengobatan alternatif, ia disarankan untuk menyantri di PMH yang saat itu diasuh oleh KH Nafi’ Abdillah. Tak pernah terpikir akan menjadi seorang penghafal Al-Qur’an, kini Oji mengatakan bahwa menghafal adalah obat yang selama ini ia cari.


“Awalnya saya berontak, yang asalnya bisa melihat tiba-tiba ditarik penglihatannya. Dan itu pukulan berat benar. Terus ketika saya dimasukkan ke pesantren, saya bahagia sekali. Saya senang banget seakan-akan saya sudah ketemu obat yang sebelumnya saya minta terus, jadi Allah memberikan obat yang lain. Saya benar-benar menikmati. Saya nggak nyangka perjalanan hidup saya itu benar-benar tidak diduga,” pungkasnya.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin