Daerah

Cegah Pernikahan Dini, Sekolah IBU Buat Kontrak Larangan Menikah

Kam, 18 Juli 2019 | 03:30 WIB

Cegah Pernikahan Dini, Sekolah IBU Buat Kontrak Larangan Menikah

KH Muhammad Hafidi mendampingi Bupati Jember, Faida meneken ‘Kontrak Sekolah’

Jember, NU Online
Secara umum kualitas pendidikan wanita pedesaan di Jember, bahkan juga mungkin di Indonesia,  masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah budaya pernikahan dini. Malah terkadang belum lagi lulus SMP, wanita di desa sudah harus menjalani pernikahan. Realitas tersebut memantik keprihatinan dari pembina Yayasan Pendidikan Islam Bustanul Ulum (IBU), Desa/Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember Jawa Timur, KH Muhammad Hafidi.

Menurutnya, selain persoalan ekonomi, pernikahan dini memang menjadi mimpi buruk yang kerap menghempaskan impian wanita untuk merengkuh pendidikan yang laik. Setinggi apapun cita-cita yang mereka usung, namun tak jarang harus kandas di tengah jalan menyusul adanya ‘paksaan’ untuk menikah lebih awal.

“Sejak awal ini (pernikahan dini) memang menjadi perhatian sekaligus keprihatinan kami. Pernikahan dini  menjadi budaya di desa-desa, termasuk di sekitar kami. Makanya bagi pelajar yang sekolah di sini, wajib mengikuti aturan, yaitu tidak boleh menikah sebelum lulus,” tukasnya kepada NU Online di sela-sela penanda tanganan ‘kontrak sekolah’ oleh para wali murid SMP dan SMK IBU di lapangan kompleks Yayasan Pendidikan IBU, Desa/Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember, Rabu (17/7).

Ketua Komisi D DPRD Jember itu mengakui, untuk menghapus kebiasaan pernikahaan dini agak susah karena menyangkut pola pikir masyarakat. Mereka masih beranggapan bahwa meskipun pendidikan wanita tinggi, namun ujung-ujungnya tugas yang dia emban tak jauh-jauh dari kasur, sumur, dan dapur alias menjadi ibu rumah tangga. Oleh karena itu, lanjut Kiai Hafidi, mereka perlu terus menerus diberi pemahaman yang gamblang tentang  teks-teks keagamaan terkait dengan kewajiban hamba Allah untuk mencari ilmu dan kegunaannya.

“Untuk jangka pendek, mereka (wali murid) harus teken kontrak sekolah yang salah satu isinya adalah larangan menikahkan anaknya sebelum lulus sekolah,” terangnya.

Kontrak sekolah tersebut bersifat mengikat. Artinya bagi siswa-siswi yang melanggar aturan terkait pernikanan dini, harus berhenti dari SMP atau SMK IBU. Kebijakan tersebut secara konsisten  sudah diterapkan sejak awal. Sebab Kiai Hafidi tak ingin jika ada pelanggaran itu didiamkan,  misalnya akan menjadi  virus yang bisa merangsek ke siswa-siswi lain di sekolah yang gratis tersebut.

“Itu bukan tanpa tantangan, karena beberapa kali kami didatangi wali murid yang memprotes kebijakan itu. Ya kami beri pilihan, kalau mau lanjut sekolah di kami tunggu lulus untuk menikah, atau berhenti sekolah agar bisa menikah,” urainya. (Aryudi AR)