Daerah

Buletin Ini Serukan Islam Kaffah Namun dengan Narasi Kebencian

Sab, 19 Januari 2019 | 10:30 WIB

Tanggamus, NU Online
Menanggapi beredarnya buletin Jumat bernama Kaffah di beberapa tempat di daerahnya yang berisi nada kebencian terhadap pemerintah dan sistem pemerintahan yang dipakai di Indonesia, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) PCNU Kabupaten Tanggamus, Lampung, Abdur Rouf Hanif mengungkapkan bahwa ada kelompok yang ada di belakang buletin tersebut dengan misi mengusung sistem khilafah.

Sebagaimana tema yang diangkat buletin ini pada edisi 074 tanggal 12 Jumadil Ula 1440/ 18 Januari 2019 dengan judul Stop Mendukung Penguasa Gagal dan Ingkar Janji. Nada pesimis dan ajakan untuk tidak mendukung pemerintah dalam menjalankan kebijakan didengungkan dalam buletin ini.

“Saya terus mengamati pergerakan Buletin Kaffah yang awalnya bernama Al Islam ini. Buletin ini menyerukan seruan untuk berislam secara kaffah (sempurna) namun dibalut kebencian terhadap pemerintah. Buletin ini selalu mengambil isu dan topik keindonesiaan muta'akhir (terkini) namun memakai sudut pandang mereka,” ungkapnya kepada NU Online, Sabtu (19/1).

Tema globalisasi, demokrasi, liberalisasi, sekulerisasi selalu menjadi tema yang dipoles dan diangkat buletin ini. Semua ini menurut mereka adalah produk yang tak boleh dipakai dan harus digantikan dengan khilafah. Bahkan Pancasila dan Negara Indonesia sekalipun sering disebut sebagai sistem thaghut. Mereka pun selalu mengusung slogan Apapun persoalannya, khilafah solusinya.

“Makna Islam kaffah yang tepat adalah menjadi pribadi muslim yang taat secara personal, sedangkan sistem kenegaraan tidak harus menerapkan syariah secara total. Ayat Al-Qur’an mengenai perintah menjadi muslim kaffah memiliki mukhatab (sasaran ayat) yakni perorangan bukan negara,” jelasnya.

Keberadaan buletin yang disebar masif di berbagai daerah ini menurutnya tidak sesuai dengan pandangan siyasah Nabi Muhammad yang selalu mengedepankan aspek kerukunan, kemanusiaan, dan perdamaian dalam sistem kenegaraan seperti halnya Piagam Madinah.

“Tak pernah sekalipun Nabi menyerukan kebencian meskipun berbeda pandangan aqidah maupun siyasah,” tegasnya.

Keberadaan buletin ini menurutnya juga bertentangan dengan panji ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang mayoritas dipegang oleh umat Islam di Indonesia. Ahlussunnah wal Jamaah tidak menghendaki narasi kebencian diproduksi dan dikonsumsi secara masal, hingga menimbulkan kebencian kolektif terhadap kelompok yang berseberangan.

“Menimbang lebih banyak madlorot-nya (negatif) dari pada maslahah-nya (manfaat), sebagai umat Islam tentu kami merasa keberatan jika agama dijadikan alasan untuk kebencian. Sebab Islam kaffah menurut kami adalah akhlaqul karimah bukan khilafah,” ungkapnya.

Oleh karenanya ia mengajak kepada umat Islam di daerahnya dan juga daerah lain yang tersebar buletin tersebut untuk tidak terpengaruh dengan propaganda yang ditulis di dalamnya. Umat Islam khususnya warga NU harus tetap teguh memegang paham dan amaliah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) An-Nahdliyyah seperti yang dibawa oleh Wali Songo dan ulama salafusshalih. (Red: Muhammad Faizin)