Daerah

Berada di Ibu Kota Nusantara, Nahdliyin Sepaku Harus Up to Date Program-Program PBNU

Jum, 19 Mei 2023 | 09:00 WIB

Berada di Ibu Kota Nusantara, Nahdliyin Sepaku Harus Up to Date Program-Program PBNU

Wakil Ketua LDNU Jawa Timur, Prof KH M Noor Harisudin saat halal bihalal MWCNU Sepaku di Graha NU Sepaku, Kamis (18/5/2023). (Foto: istimewa)

Penajem Paser Utara, NU Online
Wakil Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Jawa Timur, Prof KH M Noor Harisudin mengatakan berada di Ibu Kota Nusantara, warga dan pengurus Nahdlatul Ulama Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur harus cepat tahu dengan informasi terkini (up to date) terkait program-program yang digalakkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).


"MWCNU Ibu Kota Nusantara harus terdepan, mengetahui berbagai informasi," ujarnya saat mengisi halal bihalal Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Sepaku di Graha NU Sepaku, Kamis (18/5/2023).


Pada tahun 2022 yang lalu, misalnya, PBNU menggalakkan prorgam Halaqah Fiqih Peradaban. Kemudian tahun 2023 ini, salah satu program PBNU adalah pendataan kembali Ranting dan MWCNU se-Indonesia. Pendataan ini tentu saja juga akan mengecek, "Apakah benar ada ranting dan MWCNU Sepaku atau tidak ada?" selorohnya.


Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember itu meneruskan program lainnya adalah program keluarga maslahat PBNU. Gerakan keluarga maslahat sebagai bagian dari program-program PBNU dengan fokus utama keluarga. Adanya program Keluarga Maslahat, semua program NU harus bermuara dan bisa dirasakan manfaatnya di tingkat keluarga.


"PBNU sudah men-SK-kan Satgas Keluarga Maslahat PBNU. Ketua Satgas langsung Gus Yaqut yang juga Menteri Agama RI. Karena itu, ini program yang akan menjadi fokus PBNU di tahun 2023 ini," lanjut Prof Haris.

 

Prof Haris menegaskan pentingnya acara halal bihalal sebagai bentuk kearifan lokal Indonesia.


"Meski istilah halal bi halal tidak ada di Arab, namun isinya sesuai dengan ajaran Islam. Demikian ini sesuai kaidah Ats tsabitu bil urfi kats tsabiti bin nassi ma lam yukhalif syar’an. Sesuatu yang ditetapkan berdasarkan tradisi itu hukumnya sama dengan yang ditetapkan berdasarkan nash Al-Qur'an dan al Hadits selama tidak bertentangan dengan syariat," jelas Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur. 


Lebih dari itu, ada hadits yang menjelaskan halal bi halal berupa sabda Nabi Saw: Man kanat lahu madlamatun li akhihi fal yaltahallal.


"Artinya, barangsiapa berbuat dzalim pada saudaranya, maka hendaknya meminta kehalalannya," lanjutnya.


Terma 'meminta kehalalan', dalam pandangan Prof Haris, adalah subtansi halal bi halal. "Betapapun istighfar satu juta kali, kalau berbuat salah pada manusia, tidak akan cukup kalau belum meminta maaf pada orang yang didzaliminya,' ujarnya.


"Di sinilah urgensi acara halal bi lalal, meski meminta maaf selayaknya dilakukan tidak hanya di bulan Syawal, tapi juga bulan-bulan lain ketika kita berbuat khilaf," tegasnya.

 

Kontributor: Akhmal Duta Bagaskara, M Irwan Zamroni Ali
Editor: Kendi Setiawan