Daerah

Ansor Sidomukti Kembangkan Batik Ronggomukti

NU Online  ·  Sabtu, 28 Maret 2015 | 02:03 WIB

Probolinggo, NU Online
Sebagai upaya memberdayakan warga sekitar, Pengurus Ranting Gerakan Pemuda Ansor Kelurahan Sidomukti Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, memaksimalkan keunggulan corak batik yang dimiliki Kabupaten Probolinggo. Salah satunya dengan mengembangkan Batik Ronggomukti.
<>
Batik merupakan salah satu ciri khas masyarakat Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kraksaan. Apalagi di daerah tersebut terdapat kelompok pemuda Ansor yang berada di Dusun Kranggan RT 3/RW 3 yang mampu merekrut karyawan hingga 40 orang yang mayoritas merupakan ibu rumah tangga.

“Kami melihat banyak ibu-ibu rumah tangga yang menganggur dan hanya ngrumpi dengan sesamanya. Karenanya kami berusaha untuk memberdayakan mereka. Alhamdulillah sambutan dari mereka cukup antusias,” ungkap Ketua PR GP Ansor Kelurahan Sidomukti Mahrus Ali, Jumat (27/3).

Motif dan desain batik yang dibuat kelompok tersebut merupakan karya sendiri. Seperti batik Ronggomukti yang menjadi ciri khas kelurahan tersebut. Batik ini merupakan perpaduan dari motif batik Sidomukti dengan kisah Kiai Ronggo, sesepuh Kota Kraksaan.

Pemilihan motif ini mengandung makna filosofi yang sangat agung. Batik Sidomukti sendiri merupakan batik yang memegang peran vital bagi kehidupan laki-laki dan perempuan di Jawa dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Batik ini dikenal juga dengan nama batik Sawitan dan dikenakan pada saat upacara pernikahan.

Sementara Kiai Ronggo atau KH Abdul Wahab merupakan tokoh yang membabat alas Kota Kraksaan. Pada tahun 1734 silam, ia mendirikan Masjid Agung Ar-Raudlah. Kiai Ronggo juga orang pertama yang mendirikan Kota Kraksaan, termasuk Rumah Dinas Pemerintahan sebagai peninggalannya. Komplek makam Kiai Ronggo sendiri terletak di RW IV Kelurahan Sidomukti Kota Kraksaan.

“Sehingga tidak salah jika kami kemudian mengembangkan seni batik dengan menggabungkan motif Sidomukti dengan Kiai Ronggo. Motif Sidomukti tersebut kami modifikasi dengan tambahan keris atau tombak yang menjadi senjata Kiai Ronggo,” jelasnya.

Menurut Mahrus Ali, ada tiga kategori perajin. Yakni, menggambar desain batik, mencanting kain dan mewarnai dasar batik. Tiap bulan, kelompok ini hanya mampu memproduksi kain batik maksimal 50 lembar. Ukurannya 1,25 meter x 2,5 meter. Tiap lembar batik tenun ini dijual dengan kisaran harga Rp. 200.000 hingga Rp. 400.000.

“Harga tergantung motif dan permintaan. Semakin sulit motifnya, tentu harganya semakin mahal. Soal pemasaran tidak ada kesulitan, bahkan saat ini kewalahan karena banyak order,” pungkasnya. (Syamsul Akbar)