Daerah

Agar Diminati Milenial, Dai-dai Muda Hendaknya Ubah Strategi Dakwah

Kam, 30 Juli 2020 | 08:00 WIB

Agar Diminati Milenial, Dai-dai Muda Hendaknya Ubah Strategi Dakwah

webinar nasional warna warni moderasi beragama kaum milenial yang dihelat UIN Wali Songo Semarang

Semarang, NU Online
Generasi milenial merupakan kelompok masyarakat yang paling bergelimang informasi digital. Tiap harinya mereka selalu memegang gadget yang meliputi laptop, handphone, dan lain sebagainya. 

 

"Dari sana mereka bisa mengakses informasi tanpa batas, termasuk juga konten keagamaan," ungkap Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Wali Songo Semarang H Akhmad Arif Junaidi.

 

Dikatakan, mereka dengan mudahnya akses informasi di dunia maya. Generasi milenial perlu butuh pembimbing agar bisa terus berada pada jalur Islam moderat.

 

“Sayangnya tidak semua konten keagamaan yang ada di dunia maya itu moderat, justru banyak sekali konten keagamaan yang menjurus ke arah ekstrem. Karena itu, maka butuh pencerahan berupa pengayaan informasi yang lebih bagus sehingga generasi milenial bisa menjadi moderat,” ujarnya pada acara webinar nasional 'Warna-warni Moderasi Beragama Kaum Milenial' yang diselenggarakan oleh UIN Wali Songo pada Selasa (28/7). 

 

Ketua Keluarga Alumni (Kalam) UIN Wali Songo H Lukman Khakim menyatakan gagasannya bahwa kelompok Islam media sosial sangat mempengaruhi akhlak serta pemikiran anak muda milenial Indonesia.

 

“Maka kita tahu bahwa kecenderungan anak-anak muda hari ini menjadikan medsos sebagai bagian dari kiblat dan referensi mereka dalam memahami keberagaman, dalam memahami sikap beragama,” ungkapnya.

 

Dikatakan, penggunaan media sosial oleh kelompok Islam moderat pada saat ini dirasa masih kurang, masih sebatas penggunaan pribadi saja. Sedangkan oleh kelompok yang berpaham cenderung keras, mereka bisa memanfaatkannya untuk dakwah versi mereka.

 

“Ini menjadi bahaya apabila konten di media sosial lebih dominan dengan warna dakwah yang keras, maka bisa jadi kaum milenial di masa mendatang akan menjadi bagian dari mereka,” tukasnya.

 

“Ini barangkali menjadi PR bagi kita semua agar bagaimana media sosial bisa dimanfaatkan menjadi sarana syiar Islam yang Rahmatan lil Alamin,” lanjutnya.

 

Untuk itu, dirinya sangat berharap agar dai-dai muda dari kalangan Islam moderat bisa mengganti strategi dan turut mengisi konten dakwah yang ada di media sosial.

 

“Saya berharap agar dai-dai muda kita harus mengubah strategi agar bisa turut serta mengisi konten-konten media sosial dengan dakwah yang bisa diminati oleh kaum milenial. Kecenderungan kaum milenial itu menyukai konten dakwah dengan durasi singkat. Saya yakin jika semua dari kita bisa melakukannya,” imbuhnya.

 

Di kesempatan itu juga dirinya juga berharap agar para peserta KKN UIN Wali Songo kali ini bisa menjadi motor penggerak bagi dakwah Islam Rahmatan lil Alamin. 

 

“Saya juga berharap tim KKN bisa menjadi motor penggerak dakwah Islam Rahmatan lil Alamin,” tutupnya.

 

Rektor UIN Wali Songo KH Imam Taufiq yang membuka kegiatan tersebut mengungkapkan, perbedaan yang ada di negara ini hendaknya dijadikan sebagai modal persatuan. Hal itu seperti apa yang telah diusahakan oleh para founding father bangsa.

 

“Perlu kita sadari juga para founding father negeri ini menjadikan perbedaan menjadi rahmat, bukan menjadi laknat. Kita juga tahu konflik yang begitu banyaknya dalam proses membangun bangsa ini bisa dijadikan sebagai alat untuk mendinamisasi kehidupan bermasyarakat,” pesannya.

 

Tak hanya itu, pengasuh Pesantren Darul Falah Besongo Semarang ini juga menyatakan bahwa visi visi dari moderasi adalah rahmat, yang mana sesuai dengan firman Allah yang berbunyi Wa maa arsalnaaka illaa rahmatan lil ‘alamiin.

 

“Karena itu, ini adalah bagian yang harus dipahami bersama bahwa keberagamaan, perbedaan, dan heterogenitas ini adalah suatu karunia yang juga bagian fitrah dari kemanusiaan yang harus kita jadikan sebagai bentuk bahwa ini adalah bagian kita untuk mengelola bangsa, mengelola umat ini,” pungkasnya.

 

Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Abdul Muiz