Bahtsul Masail

Hukum Pembatalan Shalat untuk Penyelamatan Diri dari Bencana

Sab, 11 Agustus 2018 | 14:00 WIB

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, saya mau bertanya soal pembatalan shalat karena terjadi bencana yang dapat membahayakan jiwa orang yang sedang shalat, seperti kebakaran, gempa bumi, letusan gunung merapi, banjir bandar, longsor, dan bencana lainnya. Mohon penjelasan terkait ini. Terima kasih. Wassalamu 'alakum wr. wb. (Hamba Allah/Brebes).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Pertama sekali yang harus dipahami adalah bahwa shalat dan ibadah lainnya merupakan aktivitas mulia yang menjadi tujuan penciptaan manusia di dunia.

Pembatalan shalat dan ibadah lainnya di tengah jalan tanpa sebab tertentu yang dibenarkan secara syariat merupakan bentuk sikap yang mencederai kehormatan terhadap ibadah itu sendiri sebagaimana keterangan Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah berikut ini:

قَطْعُ الْعِبَادَةِ الْوَاجِبَةِ بَعْدَ الشُّرُوعِ فِيهَا بِلاَ مُسَوِّغٍ شَرْعِيٍّ غَيْرُ جَائِزٍ بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ، لأنَّ قَطْعَهَا بِلاَ مُسَوِّغٍ شَرْعِيٍّ عَبَثٌ يَتَنَافَى مَعَ حُرْمَةِ الْعِبَادَةِ، وَوَرَدَ النَّهْيُ عَنْ إِفْسَادِ الْعِبَادَةِ، قَال تعَالَى: وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ، أَمَّا قَطْعُهَا بِمُسَوِّغٍ شَرْعِيٍّ فَمَشْرُوعٌ، فَتُقْطَعُ الصَّلاَةُ لِقَتْل حَيَّةٍ وَنَحْوِهَا لِلأَمْرِ بِقَتْلِهَا، وَخَوْفِ ضَيَاعِ مَالٍ لَهُ قِيمَةٌ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ، وَلإِغَاثَةِ مَلْهُوفٍ، وَتَنْبِيهِ غَافِلٍ أَوْ نَائِمٍ قَصَدَتْ إِلَيْهِ نَحْوَ حَيَّةٍ، وَلاَ يُمْكِنُ تَنْبِيهُهُ بِتَسْبِيحٍ

Artinya, “Penghentian atau pembatalan ibadah wajib di tengah keberlangsungannya tanpa alasan yang membolehkannya menurut syariat tidak diperkenankan berdasarkan kesepakatan ulama. Penghentian ibadah tanpa alasan yang syari adalah sebentuk main-main yang menafikan kehormatan ibadah. Larangan terkait merusak ibadah disebut dalam Surat Muhammad ayat 33, ‘Jangan kalian membatalkan amal kalian.’ Sedangkan penghentian atau pembatalan ibadah dengan alasan yang membolehkannya secara syar’i diatur memang disyariatkan. Shalat boleh dibatalkan karena ingin membunuh ular atau sejenisnya yang diperintahkan dalam syariat untuk dibunuh, karena khawatir kehilangan harta benda berharga dan harta lainnya, karena menyelamatkan orang yang minta tolong, memperingatkan orang lalai atau orang tidur yang sedang didekati oleh ular dan sejenisnya di mana tidak mungkin mengingatkannya hanya dengan kalimat tasbih,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz XXXIV, halaman 51).

Namun demikian, pada situasi genting atau situasi darurat tertentu shalat atau ibadah lainnya boleh bahkan wajib dibatalkan atau dihentikan seperti situasi di mana seseorang berteriak meminta pertolongan atau mengetahui seseorang tengah mengalami kecelakaan tenggelam di air, dan situasi darurat lainnya.

قد يجب قطع الصلاة لضرورة، وقد يباح لعذر. أما ما يجب قطع الصلاة له لضرورة فهو ما يأتي: تقطع الصلاة ولو فرضاً باستغاثة شخص ملهوف، ولو لم يستغث بالمصلي بعينه، كما لو شاهد إنساناً وقع في الماء، أو صال عليه حيوان، أو اعتدى عليه ظالم، وهو قادر على إغاثته

Artinya, “Shalat sekali waktu wajib dihentikan atau dibatalkan dan terkadang boleh dibatalkan karena sebuah alasan. Adapun alasan yang mewajibkan penghentian shalat karena darurat adalah sebagai berikut, yaitu pembatalan shalat wajib sekalipun karena menyelematkan orang yang minta tolong sekalipun permintaan tolong itu tidak ditujukan secara khusus untuk orang yang sedang shalat contohnya orang shalat yang menyaksikan orang lain terjatuh ke dalam air dalam, atau seseorang yang sedangkan diserang oleh binatang tertentu, atau seseorang yang sedang dianiaya oleh orang zalim, sementara orang yang sedang shalat itu mampu menolongnya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz II, halaman 37).

Selain penyelamatan jiwa baik manusia maupun hewan, pembatalan atau penghentian ibadah juga boleh dilakukan untuk menyelamatkan harta benda berharga tertentu. Bila dalam perhitungan orang yang shalat bahwa seorang tunanetra atau anak kecil akan terjerumus ke dalam sebuah sumur atau sesuatu akan terbakar, maka orang yang shalat harus membatalkan shalat demi melakukan langkah penyelamatan.

وتقطع الصلاة أيضاً إذا غلب على ظن المصلي خوف تردي أعمى، أو صغير أو غيرهما في بئر ونحوه. كما تقطع الصلاة خوف اندلاع النار واحتراق المتاع ومهاجمة الذئب الغنم؛ لما في ذلك من إحياء النفس أوالمال، وإمكان تدارك الصلاة بعد قطعها، لأن أداء حق الله تعالى مبني على المسامحة

Artinya, “Shalat juga wajib dibatalkan bila dalam pandangan orang yang shalat muncul kekhawatiran yang kuat jatuhnya orang penyandang tunanetra, anak kecil, atau selain keduany jatuh ke dalam sumur atau lainnya. Shalat juga wajib dibatalkan ketika khawatir pada jilatan api, terbakarnya harta benda tertentu, atau terkaman srigala kepada ternak kambing karena pembatalan shalat karena untuk menolongnya itu merupakan bagian dari penyelamatan jiwa atau harta benda dan memungkinkan mengulang shalat tersebut setelah pembatalan. Penunaian kewajiban terhadap Allah berpijak pada kelonggaran,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz II, halaman 37).

Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa pembatalan atau penghentian ibadah tanpa alasan syari tidak dibenarkan. Tetapi pada kondisi genting atau situasi darurat tertentu, seseorang dibenarkan bahkan diharuskan menghentikan atau membatalkan shalat atau ibadah lainnya untuk melakukan upaya-upaya penyelamatan termasuk penyelamatan diri sendiri karena Islam sangat menghormati nyawa makhluk hidup, terlebih lagi jiwa manusia.

Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)