Bahtsul Masail

Hukum Menjawab Salam Non-Muslim

NU Online  Ā·  Sabtu, 6 Oktober 2018 | 05:00 WIB

Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, kondisi masyarakat semakin heterogen dan cair. Dalam sebuah perkumpulan kita tidak hanya berinteraksi dengan saudara seiman, tetapi juga saudara sebangsa dan setanah air, atau lintas Negara dengan lintas agama. Masalahnya mereka kerap mengawali pertemuan atau membuka forum dengan salam untuk menghormati umat Islam. Apakah kita harus menjawab salam mereka? Dan ini tampaknya sudah lazim sekali di masyarakat. Terima kasih. (Niā€˜am/Depok)

Jawaban
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah SWT. Salam merupakan bagian dari ibadah karena salam itu mengandung doa sesama Muslim setiap kali mereka berjumpa atau berpisah.

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menebar salam karena mengandung doa kesejahteraan dan kedamaian.

عن أبي Ł‡Ų±ŁŠŲ±Ų© رضي الله عنه قال : قال Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… لا ŲŖŲÆŲ®Ł„ŁˆŲ§ الجنة حتى ŲŖŲ¤Ł…Ł†ŁˆŲ§ ŁˆŁ„Ų§ ŲŖŲ¤Ł…Ł†ŁˆŲ§ حتى تحابوا Ų£ŁˆŁ„Ų§ Ų£ŲÆŁ„ŁƒŁ… على Ų“Ų¦ Ų„Ų°Ų§ ŁŲ¹Ł„ŲŖŁ…ŁˆŁ‡ ŲŖŲ­Ų§ŲØŲØŲŖŁ… ؟ أفؓوا السلام ŲØŁŠŁ†ŁƒŁ…

Artinya, ā€œDari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ā€˜Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Mau kah kalian aku tunjuki sebuah amal yang bila dilaksanakan membuat kalian saling mencintai? Tebarkanlah salam,ā€™ā€ (HR Muslim).

Lalu bagaimana dengan salam terhadap non-Muslim?

Ulama Mazhab Syafiā€˜i berbeda pendapat soal ini. Masalah ini dibahas oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Azkar yang mengangkat perbedaan pandangan ulama tersebut.

ŁˆŲ£Ł…Ų§ أهل الذمة فاختلف أصحابنا ŁŁŠŁ‡Ł…ŲŒ فقطع Ų§Ł„Ų£ŁƒŲ«Ų±ŁˆŁ† بأنه لا يجوز ابتداؤهم ŲØŲ§Ł„Ų³Ł„Ų§Ł…ŲŒ ŁˆŁ‚Ų§Ł„ Ų¢Ų®Ų±ŁˆŁ† Ł„ŁŠŲ³ Ł‡Łˆ ŲØŲ­Ų±Ų§Ł…ŲŒ ŲØŁ„ Ł‡Łˆ Ł…ŁƒŲ±ŁˆŁ‡ŲŒ ف؄ن Ų³Ł„Ł…ŁˆŲ§ هم على مسلم قال في الرد ŁˆŲ¹Ł„ŁŠŁƒŁ…ŲŒ ŁˆŁ„Ų§ يزيد على هذا

Artinya, ā€œAdapun perihal non-Muslim, ulama kami berbeda pendapat. Mayoritas ulama kami memutuskan bahwa memulai salam kepada non-Muslim tidak boleh. Tetapi sebagian ulama menyatakan hal itu tidak haram, tetapi makruh. Tetapi ketika mereka memulai salam kepada Muslim, maka cukup dijawab ā€˜Wa ā€˜alaikum’ dan tidak lebih dari itu,ā€ (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 216).

Imam Al-Mawardi sebagaimana dikutip oleh Imam An-Nawawi membolehkan lafal ā€œwa ā€˜alaikum salamā€ tanpa ā€œwa rahmatullāhā€ sebagai jawaban salam non-Muslim. Tetapi pandangan ini sangat lemah. Pandangan ini, kata Imam Nawawi, bertentangan secara umum dengan hadits riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini.

ŁˆŲ±ŁˆŁŠŁ†Ų§ في صحيحي Ų§Ł„ŲØŲ®Ų§Ų±ŁŠ ŁˆŁ…Ų³Ł„Ł… عن أنس رضي الله عنه قال قال Ų±Ų³ŁˆŁ„ الله صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…Ā  Ų„Ų°Ų§ سلم Ų¹Ł„ŁŠŁƒŁ… أهل Ų§Ł„ŁƒŲŖŲ§ŲØ ŁŁ‚ŁˆŁ„ŁˆŲ§ ŁˆŲ¹Ł„ŁŠŁƒŁ…

Artinya, ā€œDiriwayatkan di Shahih Bukhari dan Muslim dari Anas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ā€˜Jika ahli kitab mengucap salam kepadamu, maka jawablah ā€˜wa ā€˜alaikum,ā€™ā€™ā€ (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 217).

Sementara Abu Said menawarkan lafal lain yang dapat digunakan sebagai jawaban atas salam non-Muslim. Sejauh ada hajat tertentu seperti menghormati non-Muslim yang mengawali pertemuan dengan salam, maka lafal-lafal tawaran Abu Said dapat digunakan sebagai alternatif.

قال أبو Ų³Ų¹ŲÆ Ł„Łˆ Ų£Ų±Ų§ŲÆ تحية Ų°Ł…ŁŠŲŒ فعلها بغير Ų§Ł„Ų³Ł„Ų§Ł…ŲŒ بأن ŁŠŁ‚ŁˆŁ„ Ł‡ŲÆŲ§Łƒ الله أو أنعم الله صباحك. قلت هذا Ų§Ł„Ų°ŁŠ قاله أبو Ų³Ų¹ŲÆ لا ŲØŲ£Ų³ به Ų„Ų°Ų§ Ų§Ų­ŲŖŲ§Ų¬ Ų„Ł„ŁŠŁ‡ŲŒ ŁŁŠŁ‚ŁˆŁ„ ŲµŲØŲ­ŲŖ ŲØŲ§Ł„Ų®ŁŠŲ± أو السعادة أو ŲØŲ§Ł„Ų¹Ų§ŁŁŠŲ© أو صبحك الله ŲØŲ§Ł„Ų³Ų±ŁˆŲ± أو بالسعادة ŁˆŲ§Ł„Ł†Ų¹Ł…Ų© أو بالمسرة أو Ł…Ų§ أؓبه Ų°Ł„Łƒ. ŁˆŲ£Ł…Ų§ Ų„Ų°Ų§ لم يحتج Ų„Ł„ŁŠŁ‡ ŁŲ§Ł„Ų§Ų®ŲŖŁŠŲ§Ų± أن لا ŁŠŁ‚ŁˆŁ„ ؓيئا

Artinya, ā€œAbu Said berkata, kalau seorang Muslim ingin menghormati non-Muslim, maka ia dapat menghormatinya dengan kalimat selain salam, yaitu dengan kalimat ā€˜hadākallāhu (semoga Allah memberi petunjuk padamu)’, ā€˜Anā€˜amallāhu shabāhaka (semoga Allah membuat pagimu indah).’ Menurut saya (kata Imam An-Nawawi), pendapat Abu Said itu tidak masalah jika ada keperluan di mana seseorang menjawab, ā€˜Semoga pagimu ini baik, bahagia, atau sehat’, ā€˜Semoga Allah membuat pagimu bahagia, gembira, dalam nikmat, dalam kesenangan, atau serupa itu.’ Tetapi jika tidak diperlukan, maka sebaiknya tidak menjawab apa pun,ā€ (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 217).

Sejumlah pandangan ulama ini demikian adanya dengan asumsi bahwa salam yang diucapkan itu diniatkan sebagai doa yang tidak lain adalah ibadah dan karenanya bersifat sakral. Tetapi kita dapat menggunakan lafal ā€œwa ā€˜alaikum salamā€ sebagai sebagai jawaban salam non-Muslim dengan niat bukan sebagai doa, tetapi diniatkan sapaan pergaulan dan karenanya bersifat profan.

Kita dapat meminjam lafal ā€œwa ā€˜alaikum salamā€ yang menjadi jawaban untuk salam non-Muslim tanpa meniatkannya sebagai doa sehingga bersifat profan, tidak meniatkannya sebagai doa sebagaimana salam yang diamalkan umat Islam pada umumnya yang bersifat sakral. Peminjaman lafal ini dalam istilah kajian balaghah disebut sebagai iqtibas.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)