Warta

Warga NU Kurang Memiliki Tradisi Enterpreneurship

Jumat, 1 Agustus 2003 | 11:40 WIB

Jakarta, NU Online
Sektor perekonomian warga NU sampai saat ini kurang tergarap. Sampai saat ini belum terlihat usaha besar yang dimiliki NU ataupun belum ada warga NU yang memiliki usaha besar. Diakui atau tidak, sebagian besar sektor ekonomi Indonesia dikuasai oleh etnis Tionghoa  yang jumlahnya hanya 4 persen dari populasi Indonesia, sedangkan warga NU yang menjadi populasi terbesar masih menjadi petani atau nelayan miskin di desa-desa.

Keadaan ini adalah suatu hal yang memprihatinkan dan harus segera diatasi. Sumber dana sangat diperlukan bagi organisasi keagamaan seperti NU untuk membiayai dakwah atau kegiatan yang akan dijalankan. Nahdlatut tujjar yang merupakan salah satu embrio berdirinya NU juga bergerak dalam bidang ekonomi untuk membiayai dakwah, akan tetapi semangat tersebut saat ini kelihatan menurun.

<>

Ketua PBNU Ir Mustofa Zuhad yang membidani masalah perekonomian NU mengatakan bahwa ketidaktertarikan warga NU terhadap dunia usaha juga disebabkan latar belakang kultural. “Berdasarkan stratifikasi sosial, warga NU dapat digolongkan menjadi empat, pertama adalah kyai dan ustad, kedua adalah politisi, ketiga adalah pegawai negeri, sedangkan ke empat adalah pedagang dan petani,” ungkapnya.

Ini menunjukkan bahwa dalam tradisi NU, penghargaan terhadap jiwa enterpreneurship kurang dihargai karena dunia usaha menduduki tataran terendah. Mereka lebih menghargai kedudukan sebagai kyai atau ustad sehingga sebagian obsesi warga NU ke depan mereka adalah menjadi kyai atau politisi, apalagi sekarang ini dunia politik sedang meningkat gengsinya, “Bahkan kemungkinan ke depan bisa jadi kedudukan sebagai politisi masuk menjadi strata pertama,” tambahnya.

Mereka lebih menikmati kehidupan sebagai raja-raja kecil dalam pesantren di daerah masing-masing atau terjun ke dunia politik dengan agar bisa menduduki posisi eksekutif maupun legislatif sedangkan dunia usaha yang memiliki potensi besar mensejahterakan warga dibiarkan sehingga digarap orang lain.

Ketertarikan dalam dunia politik yang sedemikian besar dapat membahayakan ukhuwah nahdiyyin. Karena akses ke atas yang terbatas, dimana posisi-posisi politik memang sangat kecil, maka mereka terpaksa harus bersaing keras untuk meraih kedudukan tersebut. Potensi konflik disini menjadi sangat besar.

Hal ini terbukti dengan banyaknya partai yang mengatasnamakan representasi warga NU atau terlihat dalam konflik besar yang saat ini sedang terjadi dalam tubuh PKB. Kondisi ini menunjukkan pertarungan keras untuk meraih posisi-posisi politik yang menarik warga NU.

Ditengah perebutan para elit NU untuk menduduki puncak kekuasaan, sebagian besar warga NU mesih berada dalam posisi keempat. Mereka bertempat tinggal di desa-desa dengan tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah, mereka masih bergelut bagaimana caranya agar bisa tetap bertahan hidup.

Para politisi NU yang mengatasnamakan berjuta-juta warga NU tampaknya juga belum memperjuangkan warga yang telah memilihnya. Mereka masih asyik menikmati kekuasaan yang mereka raih dan janji-janji yang mereka ungkapkan ketika melakukan kampanye telah terlupakan.

Aktivitas perekonomian NU yang secara kelembagaan terdapat dalam Lembaga Perekonomian NU (LPNU) atau dalam beberapa koperasi yang berada dalam banom-banom NU tak dapat ditunda lagi harus segera dikembangkan dengan serius agar warga NU dapat lebih sejahtera.

Janji-janji politisi tak dapat dipercaya bahwa mereka akan memperbaiki nasib warga NU. Lebih baik saat ini fokus kegiatan NU diarahkan untuk mengembangkan ekonomi dan pendidikan warga, bukan lagi dunia politik yang penuh konflik.(mkf)

 


Terkait