Jepara, NU Online
KH Muchlisul Hadi, pengasuh pondok pesantren “Roudlotul Huda” desa Margoyoso, kecamatan Kalinyamatan mengajak umat Islam untuk belajar dari falsafah ayam. Dipaparkannya, ayam merupakan binatang yang mau tirakat. Setiap hari, hewan itu di konsumsi entah menjadi ayam bakar, ayam goreng maupun menu yang lain. Telurnya juga di goreng, di masak maupun di ceplok tetapi menurutnya ayam hingga sekarang tidak habis-habis.
<>
“Umat Islam perlu belajar dari falsafah ayam karena ia mau tirakat,” paparnya dalam pengajian sore di serambi Masjid al-Falah desa Margoyoso, kecamatan Kalinyamatan, Senin (15/8) kemarin.
Menurut Kiai Muchlis yang juga Nadhir Masjid al-Falah, tirakat-nya ayam karena ia jarang tidur juga selalu dzikir kepada Allah SWT. Bunyi kokoknya, lanjutnya merupakan wujud dekatnya ia kepada sang khalik dan untuk mengingatkan kepada manusia. “Coba anda dengarkan pada saat ayam berkokok, kuk kuruyuuk!” tegasnya.
Bunyi kuk kuruyuuk, dimaknainya sebagai udzkurullah ya ayyuhal ghofilun, ingatlah selalu kepada Allah hai orang-orang yang lupa. Sehingga, ayam termasuk binatang yang membawa berkah. “Maka dari itu, karena tirakat-nya ayam ia menjadi binatang yang berkah, di konsumsi dalam setiap waktu tetapi tidak habis-habis,” jelasnya.
Karenanya, ia meminta umat Islam untuk tirakat laiknya ayam. Beliau menyontohkan, setelah ayam berkokok, ia pasti tidak akan tidur kembali. Begitu juga dengan manusia, ba’da sahur dan shalat Subuh beliau meminta agar tidak digunakan untuk tidur karena pagi merupakan momentum malaikat membagikan rizki kepada hambanya.
Kiai Muchlis memberikan pengalamannya pada saat berkunjung ke Lasem, menyambangi etnis China Tionghoa yang ada disana. “Seharusnya umat Islam malu dengan orang China. Sebab, pada setiap pagi mereka selalu membuka pintu rumahnya dan tidak tidur lagi. Alasannya mereka berharap rizki yang melimpah dari Tuhan,” tambahnya.
Oleh karenanya, jika umat Islam mau tirakat niscaya hidupnya akan menjadi berkah. “Berkah rizkinya, berkah hidupnya dan berkah segala-galanya,” harapnya.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Syaiful Mustaqim