Jakarta, NU.Online
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Chappy Hakim menegaskan pihaknya tengah mengusut kemungkinan adanya pelanggaran udara oleh lima pesawat tempur jenis F-18 Hornet milik AS di Pulau Bawean.
"Kita masih mengusut kejadian Kamis, TNI masih mengusut pelanggaran wilayah udara dan laut oleh lima pesawat tempur F-18 Hornet Amerika Serikat di Pulau Bawean, Jawa Timur," kata Chappy, seusai mendampingi Panglima TNI Endriartono Sutarto menerima kunjungan Panglima Angkatan Bersenjata Malaysia Jenderal Pan Sri Dato Seri Mohd Zahidi di pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin. Menurut Chappy, berdasarkan laporan yang diterimanya menyebutkan lima pesawat tempur AS itu tengah mengawal satu kapal induk, dua kapal fregate di Selat Lombok yang mengarah ke timur.
<>Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto mengatakan pihaknya sedang menyelidiki apakah pesawat-pesawat dimaksud melakukan pelanggaran. Kalau hal itu terbukti, jelas Sutarto, hal itu akan dilaporkan ke Departemen Luar Negeri untuk ditindaklanjuti. Kalangan TNI AU menyebutkan keberadaan ke lima pesawat tempur AS itu dideteksi melalui radar Komando Pertahanan Udara (Kohanudnas) di Makasar dan di Bali.
Dari pendeteksian secara visual itu teridentifikasi adanya kelima pesawat tempur AS tersebut. Mengetahui keberadaan itu, Komando satuan udara di Surabaya segera memerintahkan dua pesawat F-16 di Pangkalan Angkatan Udara Militer Iswahyudi di Madiun untuk terbang melakukan penghalauan pesawat AS tersebut. "Kelima pesawat tempur AS itu bahkan sudah melintas di Pulau Kangean yang merupakan wilayah teritorial Indonesia, bukan wilayah internasional sebagaimana diklaim pilot pesawat tempur AS tersebut," ungkapnya
Ajukan protes
Chappy Hakim membenarkan bahwa kelima pesawat Hornet US Navy itu melintas di wilayah hukum udara Indonesia, namun setelah dideteksi lebih dari dua jam, pesawat itu tidak beranjak malah melakukan manuver. KSAU mengemukakan jika dalam pengusutan ternyata terjadi pelanggaran, TNI akan berkoordinasi dengan Deplu untuk mengajukan protes kepada AS bahwa armadanya telah melanggar kedaulatan RI
Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsekal Muda (Marsda) TNI Wresniwiro mengemukakan rombongan Navy Seal AS itu terdiri atas satu kapal induk, dua kapal frigat dan satu kapal tanker yang mengarah ke timur.
Penegasan itu disampaikannya dalam keterangan persnya di Markas Hanudnas, Halim Perdanakusumah. "Kita sudah konfirmasi ke Mabes TNI dan Kedubes AS, ternyata mereka sudah mengajukan izin tapi hingga kini belum keluar karena masih dalam proses, mengingat panjangnya birokasi."
Menurut dia, saat pengidentifikasian tersebut sempat terjadi perang elektronik dengan saling mengacaukan sarana komunikasi, bahkan salah satu pesawat F-16 TNI AU sempat dikunci pada posisi tembak (lock missile), namun dapat bermanuver untuk menghindar.
Setelah terjadi komunikasi dan menyatakan tidak saling mengancam, salah satu pesawat F-18 Hornet menginformasikan bahwa mereka dari AL Amerika yang terdiri atas beberapa kapal perang yang membawa pesawat dan sudah memiliki izin lintas.
Kepala Staf Kohanudnas Marsma Ida Bagus Sanubari menambahkan, kejadian yang sama pernah terjadi pada 2000 saat beberapa pesawat F-18 Angkatan Udara Australia melintasi wilayah udara RI, padahal Kohanudnas belum menerima salinan izin tersebut. Saat itu, kata Sanubari, Kohanudnas juga mengirimkan pesawat F-16 untuk melakukan identifikasi dan ketika berhasil terjalin saling komunikasi diketahui ternyata pesawat tempur Australia itu sudah memiliki izin lintas. Sanubari mengakui bahwa lambatnya birokrasi perizinan tersebut cukup "merepotkan" petugas pelaksana di lapangan.
Pangkohanudnas lalu mengakui adanya kelemahan peraturan yang berkaitan dengan perairan Indonesia. Dalam PP No. 37/2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing disebutkan kapal dan pesawat udara asing dapat melaksanakan lintas alur laut di kepulauan Indonesia. (BI/Cih)