Warta

Syuriah NU Diminta Tegas Meluruskan Pelanggaran Khittah Pemikiran

Selasa, 1 April 2008 | 02:33 WIB

Jakarta, NU Online
Selama ini, kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga Nahdlatul Ulama-NU) memahami Khittah NU 1926 hanya kaitannya dengan masalah politik praktis. Padahal, Khittah itu justru lebih menekankan pada persoalan keagamaan dan pemikiran.

Demikian diungkapkan Mustasyar (penasehat) Pengurus Besar NU KH Muchith Muzadi kepada NU Online di Jakarta baru-baru ini.<>

Menurutnya, selama ini kalangan Nahdliyin hanya memantau pelanggaran Khittah secara politik, sementara pelanggaran lain dalam bidang pemikiran Nahdliyah yang terus terjadi, luput dari perhatian.

Mbah Muchith, demikian ia akrab disapa, mencontohkan bagaimana kalangan Islam liberal terus menerus melanggar cara berpikir NU, "dengan menerapkan pemikiran sekuler, dengan mengatasnamakan hak asasi manusia lalu melakukan perubahan penafsiran Al-Quran untuk disesuaikan dengan tuntutan kemanusiaan.”

“Ini bertentangan dengan cara berpikir NU (fikrah Nahdliyah), yang jelas-jelas menempatkannya sebagai sumber hukum dan etika yang utama, sehingga penafsirannya harus berdasarkan etika dan moral agama,” terang Mbah Muchith.

“Jika tidak demikian, maka agama menjadi kacau hanya karena desakan kelompok lain, lalu dengan mudahnya mengubah ajaran Islam,” kata Mbah Muchit, sambil mencontohkan hal yang dilakukan Musdah Mulia dan kawan-kawan yang mengatakan bahwa Islam mengakui homoseksual karena itu diperkenankan dalam Islam.

Mbah Muchith mengatakan, homoseksual adalah sebuah penyimpangan. "Karena sudah jelas perbuatan itu dilarang oleh agama sebagaimana ditegaskan dalam kisah kaumnya Nabi Luth AS,” katanya.

Mencermati pemikiran yang menyimpang dari Khittah dan fikrah Nahdliyah seperti itu, Mbah Muchith meminta organisasi NU, terutama syuriahnya untuk tanggap dan segera melakukan konsolidasi guna mengambil keputusan dan tindakan.

“Sebab, sering kali mereka yang berpikiran menyimpang dari khittah NU itu mengklaim diri sebagai orang NU,” terangnya.

Menurut kakak kandung Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi itu, jika pemikiran yang liberal ini tidak ditanggulangi, maka akan berpotensi meresahkan umat, “dan tidak menutup kemungkinan kelompok tertentu terpangaruh oleh pemikiran itu.”

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LTN) NU Abdul Mun’im DZ, mengatakan, Ahlussunnah Waljamaah sebagai landasan akidah Nahdliyah itu menjadi pijakan pokok dan sangat mendasar. "Yakni, memegang teguh Sunnah Nabi dan sahabatnya.”

“Orang melarang homoseksual tidak berarti menyingkirkan orangnya, tetapi kelakuan amoral itu yang harus dicegah, begitu juga dengan kejahatan yang lain seperti mencuri dan membunuh,” kata Mun’im.

“Jangan sampai asas kesamaan dan asas penghormatan sesama manusia digunakan untuk membiarkan mereka melakukan amoralitas dan kriminalitas yang dimurkai Allah itu,” pungkasnya.

Seperti ditulis sebuah surat kabar nasional bahwa ada sejumlah sarjana Muslim dalam sebuah diskusi di Jakarta belum lama ini yang menyatakan, Islam mengakui homoseksualitas karena merupakan fenomena yang 'alamiah'.

"Tidak ada perbedaan antara kaum lesbain dan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dinilai berdasarkan ketakwaan mereka," kata Musdah Mulia seperti dikutip surat kabar tersebut.

Musdah, merujuk pada surat Al Hujurat (49:3), mengatakan bahwa salah satu rahmat Tuhan bagi umat manusia adalah bahwa semua pria dan wanita diciptakan sama, tanpa memandang etnis, kekayaan, kedudukan sosial, bahkan orientasi seksual.

"Esensi agama adalah untuk memanusiakan manusia, menghormati dan menghargai mereka," terangnya. (dar)