Jakarta, NU Online
Tidak ada perlunya NU mengembangkan pemikiran liberalisme. NU adalah organisasi keagamaan (jam’iyah diniyah) yang memiliki model pendekatan sendiri terhadap berbagai persoalan keagamaan, sosial, ekonomi, maupun politik.
Hal tersebut dikatakan mantan Ketua Umum PP GP Ansor H Slamet Effendy Yusuf kepada NU Online di Jakarta, Senin (23/11). Menurutnya, model pendekatan<> NU dalam mengatasi berbagai persoalan telah dirumuskan dalam Khitthah Nahdlatul Ulama.
Menurut Slamet yang juga disebut-sebut sebagai salah satu calon ketua umum PBNU, dalam ketetutuan Khittah secara jelas disebutkan tentang sikap kemasyarakatan NU yang berdasar pada ajaran ahlussunnah wal jamaah.
”Bahwa NU selalu mengedepankan cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang didasarkan sikap tawasuth, i’tidal, tasamuh dan tawazun. Dengan demikian, dasar liberalisme baik secara teori maupun praktek, tidak sejalan dengan Khitthah NU,” katanya.
Slamet menyatakan tidak sepakat dengan beberapa tokoh NU yang meremehkan perkembangan faham ini di lingkungan NU dan menganggap perkembangan faham ini sebagai hal biasa. Sebagai organisasi keagamaan yang punya faham sendiri, kata Slamet, NU justru harus meneguhkan fahamnya untuk memecahkan persoalan-persoalan aktual dewasa ini.
“Jadi ngapain kita mesti mengembangkan faham yang nggak ada relevansinya dengan NU sebagai organisasi keagamaan. Wong liberalisme itu kan faham politik dan ekonomi”.
Ia meminta agar intelektual NU tidak mencampuradukkan wacana keagamaan dengan perdebatan tentang berbagai faham tersebut. Jika ini dilakukan maka hanya akan menambah beban NU.
“Kalau kita mau mengembangkan pemikiran keagamaan, ya harus berpijak dan berangkat dari ahlussunnah wal jamaah. Jangan minjam cara berfikir lain, seperti liberalisme, atau faham ekstrem di lain seperti fundamentalisme!” kata pengasuh pesantren Al Azhary Purwokerto itu.
Menyinggung keterkaitan antara NU dan politik, Slamet sependapat agar NU sebagai jam’iyah tidak terlibat dalam politik praktis. Tetapi NU memberi kebebasan kepada warganya untuk berkiprah di medan politik praktis.
Meski demikian, katanya, NU sebagai organisasi tidak boleh buta politik. NU justru harus peduli dan bicara tentang negara, pemerintah dan masyarakat bila itu berkaitan dengan soal-soal fundamental kehidupan bersama.
“Jika ada soal tentang kesejahteraan, tentang keadilan, tentang keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara, NU harus bersikap dan bersuara. Orang NU, apalagi pemimpinnya mesti ngerti politik, walau tidak berpolitik praktis,” pungkasnya. (nam)