Pemilu legislatif dengan menggunakan sistem suara terbanyak untuk menentukan calon lagislatif terpilih memberi keuntungan pada para aktivis organisasi massa yang memiliki jaringan sampai ke bawah.
“Sistem seperti ini jelas-jelas memberi keuntungan pada aktivis ormas,” kata Ketua PBNU Ir Musofa Zuhad Mughn kepada NU Online, Rabu (14/1).<>
Namun diingatkan, para caleg harus pandai-pandai menentukan basis daerah pemilihannya yang memungkinkan ia memiliki jaringan pemilih tersebut.
Sebelumnya, dalam sistem pemilihan berdasarkan nomor urut, banyak elit partai yang memilih daerah pemilihan tertentu yang menjadi basis partai dengan nomor urut satu atau dua, meskipun figurnya kurang dikenal di daerah tersebut.
Tanpa perlu banyak bekerja, ia akan mendapat akumulasi suara dari para calon yang tidak jadi atau tidak mampu memenuhi target suara dalam Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Di kalangan partai tertentu malah diisyukan adanya jual beli nomor urut.
“Akhirnya, perubahan sistem ini menyebabkan banyak caleg dengan nomor urut satu dan dua yang kecewa, apalagi mereka yang tidak mengenal daerah tersebut,” paparnya.
Di masa mendatang, perubahan sistem ini diperkirakan juga akan mempengaruhi sistem rekrutmen pengurus partai. Mereka yang memiliki basis massa yang kuat yang akan menduduki jabatan-jabatan penting di partai. (mkf)