Pengusaha Sumut mengaku masih kesulitan memasuki pasar Timur Tengah (Timteng) khususnya dalam soal sertifikat halal dan biaya legalisir dokumen yang masih mahal.
"Sertifikat halal dari Indonesia masih kurang diakui dibandingkan yang dikeluarkan dari Malaysia, belum lagi harus meleges dokumen untuk bisa masuk ke negara Timteng," kata J Simanjuntak, staf dari PT. Medan Canning, produsen hasil laut di Sumut, Selasa (23/3).<>
Pernyataan ini diutarakan Simanjuntak di sela acara sosialisasi Primaniyarta yang dilakukan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) di Medan yang dihadiri puluhan pengusaha daerah itu. Akibat belum terlalu diyakininya sertifikat halal itu, maka pengusaha produsen Sumut sering menjual produk tanpa merek ke Malaysia dan baru perusahaan Malaysia yang mengkemasnya dan membuat sertifikat halal untuk kemudian dilepas ke pasar Timteng.
Sementara soal legalisir, kata J Simanjuntak yang menjabat ketua bidang ekspor di Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut itu, ada empat jenis yang dileges mulai dari invoice, sertficat of origin, hasil laut hingga packing.
"Nilai legesnya lumayan besar hampir Rp1 juta per satu surat, jadi sungguh masih jadi hambatan meski pasar Timteng dinilai cukup menjanjikan," katanya.
Pelaksana harian Direktur Timteng Kementerian Luar Negeri, Abdul Mun'im, mengatakan, masalah yang dikeluhkan pengusaha itu akan dibicarakan lebih lanjut dengan negara- negara di Timteng. "Pasti ada solusi. Pengusaha Sumut jangan cengeng karena pasar Timteng harus direbut mengingat pasar itu sangat potensial," katanya. (ant)