Pemerintah mulai melunak terkait aturan sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman berbahan baku hewan. Sertifikasi halal yang diatur dalam undang-undang, nanti hanya akan bersifat sukarela atau voluntary.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengatakan, pemerintah sudah sepakat bahwa sertifikasi halal lebih pada selling point. Artinya, bagi pelaku usaha yang ingin mendapat pasar bagus dengan menyertakan sertifikasi halal, maka tidak akan ada hambatan. ''Jadi, sifatnya voluntary,'' ujarnya di Kantor Menko Perekonomian belum lama ini.<>
Menurut Edy, pihaknya sudah mendapatkan jaminan dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Dyah Maulida bahwa kepastian mengenai sifat sukarela tersebut akan keluar sebelum 1 Oktober. ''Bu Dyah bilang, hari Senin nanti (28/9) kita akan tegaskan bahwa itu voluntary dan kebijakan itu tidak menghambat kegiatan perdagangan,'' katanya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 58 ayat 4, disebutkan bahwa "Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah negara kesatuan RI untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal".
Gara-gara ketentuan tersebut, Ketua Gabungan Pengusaha Industri Makanan dan Minuman (Gapmmi) Franky Sibarani menyatakan akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Edy, pihaknya sudah mendapat banyak sekali keluhan dari kalangan pengusaha terkait aturan tersebut. ''Pagi tadi saja (kemarin, Red) kawan-kawan pengusaha sudah pada rebut.''
Edy mengatakan, teknis sertifikasi halal juga belum beres karena beberapa negara yang mengekspor produk hewan ke Indonesia tidak memiliki lembaga sertifikasi. Sehingga, jika memang diwajibkan, maka importer asal Indonesia harus mengirim tim sertifikasi halal ke negara-negara asal barang setiap hendak melakukan impor. ''Hal itu tentu sangat memberatkan karena high cost (biaya tinggi),'' ujarnya seperti dilansir Jawapos.com.
Untuk itu, lanjut Edy, mekanisme baru pun kini tengah dimatangkan. Sebagai ganti mengirimkan tim sertifikasi halal ke negara asal produk, pelaku usaha dimungkinkan untuk menggunakan jasa lembaga sertifikasi halal pihak ke tiga dari negara terdekat. (dar)