Warta

Santri Miliki Modal Sosial sebagai Agen Perubahan

Senin, 18 Mei 2009 | 05:04 WIB

Bogor, NU Online
Santri dinilai memiliki modal sosial yang memadai yang dapat dijadikan basis untuk melakukan perubahan di tengah masyarakat. Penggemblengan dan pembinaan yang didapat selama menimba ilmu di pesantren dapat dijadikan bekal dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik.

Demikian diutarakan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Darul Muttaqien, KH Mad Rodja Sukarta  di sela-sela haflatul wada’ (wisuda) program Tarbiyatul Mu’allimien al-Islamiyyah (TMI) yang dilangsungkan di komplek Pesantren Darul Muttaqien Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (17/5).<>

Menurut Rodja, selama bertahun-tahun tinggal di pesantren, santri mendapatkan banyak bekal dan pengalaman yang tidak pernah dialami oleh siswa kebanyakan. Penanaman akan panca jiwa pesantren, yakni keiklhasan dalam berjuang, kesederhanaan dalam penampilan, berdikari, ukhuwwah islamiyyah dan berpikiran bebas, seharusnya sudah cukup menjadikan santri sebagai figur pejuang berkarakter.

“Penggemblengan nilai dan tradisi yang dikembangkan di pesantren sangat aplikabel dan fisibel dilestarikan di tengah masyarakat, karena medan sesungguhnya santri justeru setelah terjun di tengah masyarakat,” ujar alumnus Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Karena itu, meski seorang santri telah menamatkan studi pada sebuah pesantren, dalam pandangan Rodja, tidak ada istilah alumni bagi santri. Pasalnya, hakekatnya menjadi santri adalah proses pencarian berkelanjutan dan perjuangan tanpa henti. Status santri akan terus lekat terbawa hingga terjun dan bergumul di tengah masyarakat.

“Tidak ada istilah alumni bagi santri. Seusai tamat dari pesantren tetap sebagai santri. Porsi dan tanggungjawabnya justeru semakin besar lagi,” imbuh pengasuh Pesantren An-Nahl Cikeusik, Pandeglang, Banten.

Laboratorium Kader

Sebagai lembaga yang menjadi tempat penggemlengan dan pembinaan santri, Rodja melihat keberadaan pesantren merupakan laboratorium kader. Melalui pesantren kita akan mewarisi nilai-nilai kemuliaan untuk kelanjutan estafeta perjuangan.

“Pesantren merupakan laboratorium kader. Memang ada praktik langsung, tapi skalanya terbatas, karena komunitas yang dihadapai relatif homogen dan terkondisikan. Medan perjuangan sesungguhnya kader pesantren adalah di masyarakat luas yang memiliki karakter budaya beragam,” tegasnya.

Dengan modal sosial yang dimiliki, ia optimis seorang santri akan mampu menjadi agen perubahan di komunitasnya dimana ia tinggal. Profesi apapun yang akan digeluti, akan menjadi medan santri dalam berdakwah.

“Apapun profesi yang dipilih, santri seharusnya selalalu menjadi agen perubahan. Santri jangan kehilangan karakter hanya karena memasuki dunia yang sama sekali baru,” turur Ketua FKUB Kabupaten Bogor ini.

Bila santri tetap konsusten melestarikan modal sosial yang dimiliki, ia yakin hal itu akan menjadi energi positif menuju perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.

“Bila santri tetap jadi ikan hidup bukan ikan mati, maka santri akan memainkan peran utama di tengah arus perubahan global makin bercorak kapitalis.” (hir)


Terkait