Warta

Samakan Awal Bulan Hijriyah, Nahdliyin Diimbau Pakai ‘Hisab Tahqiqi’

Rabu, 21 Mei 2008 | 09:12 WIB

Jakarta, NU Online
Rapat Pleno dan Penyerasian Hisab-Rukyah Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang diselenggarakan di Sukabumi, 16-18 Mei 2008 lalu mengimbau warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin) di berbagai kawasan di Indonesia untuk memakai metode hisab tahqiqi yang tingkat akurasinya lebih tinggi.

Hal tersebut untuk mengantisipasi perbedaaan penentuan awal bulan pada penanggalan Hijriyah, terutama menyangkut penentuan waktu puasa dan hari raya seperti terjadi pada tahun lalu.<>

Dalam buku pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama yang diterbitkan oleh Lajnah Falakiyah PBNU dijelaskan, hisab tahqiqi atau hisab haqiqi bit- tahqiq adalah hisab yang perhitungannya berdasarkan data astronomis yang diolah dengan Spherical Trigonometri (ilmu ukur segitiga bola) dengan koreksi-koreksi gerak Bulan maupun Matahari yang sangat teliti.

Hisab tahqiqi ini mampu memberikan informasi tentang waktu terbenamnya Matahari setelah terjadinya Ijtima', Ketinggian Hilal ketika Matahari terbenam, Azzimuth Matahari dan Bulan untuk suatu tempat observasi (rukyah).

Sementara dalam model hisab taqribi atau hisab haqiqi bit taqrib adalah hisab yang datanya bersumber dari data yang telah disusun dan dikumpulkan oleh Ulugh Beyk As-Samarqand (W.1420 M). Pengamatannya berdasarkan pada teori geosentris (masih mengasumsikan Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda langit) sehingga tingkat akurasinya kurang memadai.

Ketua Lajnah Faklakiyah PBNU KH Ghazalie Masroeri mengatakan, warga Nahdliyyin yang menggeluti dunia falakiyah atau astronomi diharapkan terus mengikuti perkembangan penemuan ilmu pengetahuan.

Hisab adalah pengetahuan yang terus berkembang. Hisab dilahirkan oleh rukyat yang selanjutnya dapat menjadi pemandu pelaksanaan rukyat berikutnya. ”Rukyatul hilal atau observasi terhadap penampakan bulan sabit menyebabkan ilmu astronomi tidak akan mandeg,” kata Kiai Ghazalie dihubungi NU Online di Jakarta, Selasa (20/5).

Dikatakannya, hisab tahqiqi sangat representatif dijadikan sebagai alat bantu rukyat, sebab dengan sistem hisab ini para perukyah diajak untuk memperhatikan satu daerah titik dimana hilal dimungkinkan akan muncul.

Kitab pedoman hisab tahqiqi yang dipergunakan di Indonesia antara lain Khulashotul Wafiyah yang ditulis oleh KH Zubeir, Badi’atul Mitsal oleh KH Ma’shum dan Nurul Anwar oleh KH Nur Ahmad. Perhitungan yang dihasilkan dari kitab-kitab tersebut tingkat akurasinya hampir sama dengan beberapa metode yang berkembang dalam ilmu astronomi modern seperti New Comb, Astronomic Almanac, Nautical Almanac, Islamic Calender, dan Astronomical Formula for Computer

Sementara itu kitab panduan hisab taqribi yang masih digunakan oleh warga Nahdliyin di beberapa pesantren terutama di Jawa Timur antara lain kitab Sullamun Nayyirayn yang ditulis oleh Muhammad manshur Ibn Abdil Hamid ibn Muhammad ad-Damiri al-Batawi dan Fathur Rauful Mannan oleh KH Dahlan Semarang.

Dalam buku pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama dijelaskan, ketinggian hilal dalam sistem hisab taqribi dihitung dari titik pusat Bumi, bukan dari permukaan Bumi. Hisab ini juga berpedoman pada gerak rata-rata Bulan, sehingga operasionalnya adalah dengan memperhitungkan selisih waktu ljtima' (konjungsi) dengan waktu Matahari terbenam kemudian dibagi dua.

Sebagai konsekwensinya adalah apabila ljtima' terjadi sebelum Matahari terbenam, maka ketika Matahari terbenam praktis Bulan (Hilal) sudah di atas ufuq. Hisab ini belum memberikan informasi tentang Azimuth Bulan maupun Matahari sehingga tidak direkomendasikan untuk dipergunakan lagi. (nam)


Terkait