Warta

Ribuan Petani Tebu Minta Hukum Mati Importir Gula Ilegal

Rabu, 16 Juni 2004 | 18:17 WIB

Cirebon, NU Online
Ratusan petani tebu di Kabupaten Cirebon dan Majalengka mendesak pemerintah agar menindak tegas pelaku atau importir gula ilegal, bahkan bila perlu mereka dihukum mati.

Barnija (50) petani tebu asal Sindanglaut, Kabupaten Cirebon kepada wartawan, Rabu mengatakan, importir gula putih tersebut selain melanggar hukum juga telah membuat sengsara ribuan petani tebu di Majalengka dan Cirebon. "Hal ini dimungkinkan, karena dengan adanya gula impor akan menjatuhkan harga gula lokal, dan petani tebu menderita kerugian yang tidak sedikit dengan adanya ulah segelintir orang yang hanya mencari keuntungan pribadi," katanya.

<>

Desakan agar pemerintah menghukum seberat-beratnya importir gula ilegal itu juga disampikan sejumlah petani di Jatitujuh, Majalengka. Mereka meminta agar pemerintah bertindak tegas dan transparan. "Siapapun pelakunya harus mendapat hukuman setimpal, bahkan bila perlu mereka (importir) dihukum mati, karena telah merugikan pemerintah dan petani tebu lokal," kata Ahmedi (40) petani tebu Jatitujuh.

Di tempat terpisah kalangan produsen gula di Cirebon, juga  mengakui pusing dengan adanya importir gula ilegal yang memasok gula dalam jumlah cukup fantastis dan tidak terkendali itu.  Untuk itu para produsen gula di Cirebon mendesak pemerintah menindak tegas importir gula ilegal dengan hukuman paling berat, seperti hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

Direktur Utama PT Rajawali II Cirebon, Edy Suprapro, kepada pers di Cirebon, mengatakan Indonesia memang masih memerlukan impor gula, karena produsen gula di Indonesia hanya mampu memproduksi 1,8 juta ton hingga dua juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan gula nasional mencapai 3,3 juta ton per tahun.

Edy Suprapto mengungkapkan, tidak dipungkiri Indonesia harus mengimpor gula dari luar itu pun harus melalui mekanisme impor yang benar. Dengan demikian hal itu menandakan pula bahwa Indonesia masih memerlukan impor gula sebanyak 1,2 juta hingga 1,5 juta ton per tahunnya.

Namun persoalan yang muncul belakangan ini, kata Edy, tidak ada penataan impor gula yang baik sehingga muncul impor gula ilegal dan masuk ke sejumlah pelabuhan dalam jumlah melebihi kuota yang ada.  Akibat itu pula, kata Edy, harga gula impor ilegal jauh lebih murah dan menjatuhkan harga gula lokal. "Kondisi ini merugikan tidak hanya produsen gula dalam negeri, namun para petani tebu yang tergabung dalam  Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengalami kerugian yang cukup besar," ungkap Edy.

Tindakan tegas dari pemerintah terhadap para importir gula ilegal yang memasukkan gula ke sejumlah daerah melalui pelabuhan di Indonesia, termasuk di Pelabuhan Cirebon, Indramayu, dan Tegal, membantu para produsen gula lokal agar tidak terganggu gula impor ilegal.  "Kami tidak tahu impor gula ilegal itu datangnya dari mana, namun harganya sangat rendah dengan kualitas warna yang lebih putih, dengan kadar rendemen 3 sampai 4. Sedangkan gula produksi lokal rendemennya mencapai 7. Rasanya sudah pasti lebih manis gula lokal," kata Edy.

Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain pemerintah harus mengatur dan mengawasi distribusi gula impor sesuai SK Menperindag No 43. Yang berhak impor itu adalah perusahaan-perusahaan gula luar yang sudah ditunjuk oleh pemerintah.

"Harga jual gula impor ilegal rata-rata dibawah Rp2.000 per kg. Sedangkan standar harga gula dalam negeri mencapai Rp3.410 per kg, itu pun harga yang ditawarkan oleh petani. Gula impor yang masuk ke Indonesia berasal dari Brazil, Thailand, yang rendemennya diatas 10. Rendemen gula di Sindanglaut dan Karangsembung antara 7,3 hingga 7,3," ungkap Edy. (atr/cih)


Terkait