Warta

Ramadhan di AS dan Upaya Kikis Pandangan Negatif Islam

Ahad, 24 Oktober 2004 | 04:43 WIB

Kansas City, NU Online
Menjalankan ibadah puasa di negara bagian Missouri, Amerika Serikat yang bertepatan dengan musim gugur 2004 relatif lebih ringan. Selain udara yang dingin, waktu berpuasanya relatif lebih singkat, karena siang hari yang lebih singkat dibanding malam yaitu imsak jatuh pukul 06.15 pagi dan Magrib datang pada pukul 18.35 sore.

Pada tahun ini Organisasi Masyarakat Islam Amerika Utara (ISNA) agak terlambat mengumumkan terlihatnya hilal yang menandai kedatangan bulan Ramadhan. Pemberitahuan lewat telepon mengenai kepastian awal puasa itu diterima oleh komunitas Muslim di kota Kansas City pada Jumat (16/10) pukul 11 malam, sehingga kaum Muslim yang hendak berpuasa harus menyiapkan makanan untuk sahur dalam waktu sangat singkat.

<>

Tarawih pertama pun baru diadakan pada malam kedua pada bulan Ramadhan. Seperti halnya mesjid-mesjid di Indonesia, pada hari-hari pertama, hampir seluruh mesjid di Amerika dipenuhi jamaah yang melaksanakan salat tarawih. Biasanya jumlah jamaah akan berkurang pada pertengahan Ramadhan tetapi kembali ramai menjelang akhir bulan suci bagi umat Islam itu.

Mesjid yang ada di lingkungan "Islamic Center of Greater Kansas City" juga dipenuhi oleh jamaah yang melaksanakan sholat tarawih. Mereka umumnya warga Muslim yang tinggal di sekitar Islamic Center dengan berbagai macam latar belakang, budaya dan bahasa. Tetapi begitu Imam mengucapkan takbir tanda dimulainya sholat, semua perbedaan tersebut hilang, semua jamaah dengan khusyuk mengikuti semua gerakan sang Imam.

Pusat Islam Greater Kansas City memiliki tradisi unik setiap bulan Ramadhan. Selain menyediakan menu buka puasa dan sholat tarawih bersama, para pengurus mengundang seorang ulama hafiz Quran -biasanya dari Pakistan- untuk menjadi imam sholat tarawih maupun sholat lainnya seperti salat Jumat dan salat fardhu.

Menurut sesepuh Islamic Center of Greater Kansas City Adnan Bayedid, tujuan mendatangkan ulama yang hapal Al Quran adalah untuk mendirikan sholat tarawih dengan 30 juz Al Quran selama satu bulan penuh. Komunitas Muslim di Kansas City, juga dikota-kota lain di AS, berniat melakukan tradisi salat tarawih seperti yang berlangsung di Mekkah maupun Madinah. Sayangnya, kebanyakan jamaah telah meninggalkan Mesjid saat Imam menyelesaikan raka'at ke delapan dari duapuluh raka'at yang dilakukan.

Hal itu terjadi karena malam telah larut, mengingat sholat tarawih baru dimulai pada pukul 20.30 dan untuk menyelesaikan delapan rakaat diperlukan waktu selama dua jam, padahal kebanyakan jamaah harus masuk kerja pada pagi harinya. Tentu saja di AS tidak ada pengurangan jam kerja selama Ramadhan sebagaimana yang dinikmati para pekerja di Indonesia atau negara Muslim lainnya. "Tidak ada pennyesuaian waktu di tempat kerja sehingga kami yang harus mengaturnya sendiri," kata Asma Rehman, seorang jamaah Mesjid yang sehari-hari bekerja pada kantor Departemen Kesehatan setempat.

Meski begitu, Asma mengatakan bahwa bulan Ramadhan baginya adalah waktu untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan waktu untuk memperkuat ikatan keluarga dan masyarakat."Di Amerika, kita seperti dikejar-kejar waktu, tetapi pada bulan Ramadhan kita dapat mengabaikannnya, menyerahkan waktu kita untuk mendekatkan diri kepada Tuhan," ujarnya.

Sejumlah Islamic Center lain di AS juga mengagendakan berbagai kegiatan yang bertujuan memperkenalkan bulan Ramadhan kepada komunitas non Muslim yang tinggal di sekitar Islamic Center. Islamic Center of Lawrence, misalnya, pada Minggu lalu, mengadakan open house dengan mengundang anggota masyarakat non Muslim untuk menghadiri acara buka puasa bersama.

Dalam kesempatan itu Moussa Elbayoumy, direktur the Islamic Center of Lawrence menjelaskan kepada para tamu mengenai makna puasa, tata cara pelaksanaan ibadah puasa dan Hari Raya Idul Fitri yang menandai berakhirnya bulan Ramadhan. Lebih dalam, semangat yang ingin dibawa Muslim Amerika selama bulan Ramadhan bukan hanya melaksanakan ibadah wajib ini, tetapi juga terpanggil untuk melakukan berbagai upaya untuk "memerangi" pandangan maupun penilaian negatif terhadap Islam.

Mesjid-mesjid, Islamic Center dan sekolah Islam dihimbau untuk meningkatkan usaha mengikis citra negatif terhadap Muslim yang meningkat di AS setelah tragedi September 11. Sebuah survei menemukan bahwa satu dari empat orang Amerika memiliki pandangan negatif terhadap Muslim. Mayoritas orang Amerika setuju dengan pernyataan bahwa orang Islam mengajarkan anak-anak mereka kebencian dan orang Islam beranggapan kehidupan tanpa Islam berkurang maknanya. Temuan survei itu menimbulkan kekecewaan di kalangan komunitas Muslim.

"Saya mengetahui ada persepsi negatif dan sentimen anti-Muslim di negeri ini, tetapi saya terkejut dengan hasil survei tersebut,&


Terkait