Jakarta, NU Online
Ketua PWNU Jogja Prof. Dr. Mas’ud Mahfudz mengungkapkan bahwa PWNU Daerah Istimewa Jogja secara eksplisit tidak akan membuat aturan tentang Pilkada kepada pengurusnya dan hanya akan memberikan himbauan untuk tidak berpolitik secara struktural.
“Kita tidak akan membuat aturan tertulis sebagaimana yang dibuat PWNU Jatim dan kita akan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh PBNU,” tandasnya ketika dihubungi via telepon (18/02).
<>PBNU sendiri telah memiliki beberapa pedoman tentang politik praktis, mulai dari khittah 1926 yang dihasilkan pada muktamar NU ke 27 di Situbondo, sembilan pedoman politik warga NU yang dihasilkan di muktamar NU ke 28 dan terakhir amanat Rais Aam KH Sahal Mahfudz serta pembuatan kontrak jamiyyah bagi Ketua Umum PBNU terpilih yang baru dilaksanakan pada muktamar NU ke 31.
PWNU struktural tidak akan mengeluarkan fatwa apapun, jadi kita tidak akan mendukung calon siapapun melalui struktural NU, jadi kalau mereka datang ke PWNU untuk mendiskusikan tujuan dia mencalonkan diri, kita hanya memberikan pandangan yang penting bermanfaat bagi semuanya.
“Kita tidak membuat statemen atau edaran yang berbau politik praktis. Mungkin hanya memberi pandangan kalau berpolitik yang akhlakul karimah,” paparnya.
Pada tahun 2005 di Daerah Istimewa Jogjakarta akan terdapat tiga daerah tingkat dua yang melakukan pemilihan secara langsung yang meliputi Sleman, Bantul dan Gunung Kidul. NU sendiri secara eksplisit tidak akan menampakkan kepentingan.
“Untuk menjaga komitmen calon terhadap umat, kita hanya melakukan silaturrahmi dan membuat komunikasi yang elegan, bagaimana kalau ini maju apa baiknya apa buruknya, yaitu diskusi-diskusi yang sifatnya akademis. Jadi tidak akan membuat tim sukses, dan lainnya,” tambahnya.
Namun demikian, NU juga tidak bisa memastikan apakah misalnya ada kader NU yang terpilih, mereka tetap memperhatikan warga NU. “Jika ia menyimpang dari komitmen semula yaa itu sulit karena NU secara struktural tidak akan ikut-ikut dan kalau maju sifatnya personal bukan institusional. Kita juga tidak mungkin melakukan kontrak politik. Jadi orang NU yang terpilih harus jelas komitmennya terhadap umat dari awal,” imbuhnya.
Tentang kemungkinan konflik, Wakil Rektor UGM tersebut menilai bahwa sebenarnya konflik di NU mudah diredam selama struktural dan kyai-kyai tidak menginspirasikannya. Konflik memang terjadi konflik, mungkin tidak berlebihan yang sifatnya hanya perbedaan pendapat yang biasa terjadi.(mkf)