Warta

Profil Kandidat Ketua Umum PB PMII: Yayat Hidayat

Rabu, 16 April 2003 | 05:46 WIB

Jakarta, NU ONLINE, Pria kelahiran Ciamis, 12 Juni 1972  merasa prihatin pada kondisi bangsa yang cenderung bersifat pragmatis. Kehilangan idealisme berarti kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa. Inilah yang membuatnya memenuhi paksaan dari cabang untuk mencalonkan dirinya yang menganggap dia mampu untuk melakukan suatu perubahan dalam PMII.

Menyelesaikan pendidikannya dari akademi Akademi Bank Indonesia tahun 1996, dia merasa terdapat tiga hal yang mengganjal di hatinya yang harus segera diperbaiki dalam PMII. Pertama adalah kecenderungan kuat bahwa berorganisasi adalah salah satu tahapan untuk mencapai karir politik yang lebih tinggi. Kedua kecenderungan untuk mendapatkan akses ekonomi dan yang akhirnya adalah keinginan untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi dengan menduduki suatu jabatan dalam organisasi. Dia sebenarnya berpendapat bahwa ini sebenarnya tidak masalah jika diimbangi dengan profesionalisme, sesuatu yang saat ini masih langka.

<>

Secara akademik, pengetahuan politiknya secara formal diperoleh dari jurusan ilmu politik Fisip UI yang baru saja diselesaikan tahun ini dan sempat mengenyam kursus filsafat sosial di STF Driyakarya. Ia menganggap bahwa perlu ada suatu redefinisi mengenai idealisme. Secara umum saat ini ada kecenderungan mengenai “Fobia Idealisme”, satu ketakutan bahwa dengan bersikap idealis, seseorang harus miskin, harus siap menjadi gembel, ataupun predikat-predikat lain yang menakutkan. Idealisme bagi dirinya adalah idealisme yang harus memahami realitas “Kita boleh saja memakai jeans atau makan di restoran McDonald, dll akan tetapi kita tidak boleh kehilangan nurani untuk memperjuangkan keadilan” tegasnya.

Pengalaman organisasinya dimulai dari ketua komisariat PMII Akademi Bank Indonesia, ketua cabang PMII Jakarta Timur (1997-1998) sampai dengan Ketua PB PMII (1997-200). Berkaitan dengan permasalahan korpri (Korps PMII Putri), dia berpendapat ”PMII sudah melangkah maju dengan menghilangkah perbedaan gender, sesuatu yang belum dilakukan oleh organisasi lain, yang penting sekarang bukan isu untuk menghidupkan lagi Korpri, akan tetapi bagaimana memberdayakan anggota perempuan PMII agar kualitas SDM-nya meningkat.

Aktivitas-aktivitasnya yang membuktikan konsennya pada perjuangan adalah keikut sertaannya dalam pendirian Aliansi Pemuda Indonesia (1996), Forum Kota (1998), Front Kota (1999) dan memiliki keinginan bahwa PMII harus terus bersama mustadz’afin untuk memperjuangkan demokratisasi, kemiskinan, supremasi hukum, dan juga hal-hal lainnya yang penting bagi bangsa.

Kesibukannya saat ini adalah menjadi asisten konsultan di BSG konsultan, setelah sebelumnya sempat berkarir di PT Purnama Parlung di Cianjur (2000-2001) dan Kabiro SKM Lampung Independent 2002. Dia akan berusaha agar dalam kongres ini dibuat rekomendasi agar cabang-cabang PMII di seluruh Indonesia untuk mendirikan Foksika, agar dapat terjalin hubungan yang baik dan saling mendukung dengan para alumni PMII “Foksika baru hidup di Jakarta, seharusnya dikembangkan ke seluruh Cabang, untuk perbaikan PMII ke depan”. (Mkf)

Silahkan beri komentar anda untuk kandidat ini.

 


Terkait