Warta

Piagam Madinah merupakan Manifestasi Politik Kebangsaan

Kamis, 10 Juli 2008 | 07:18 WIB

Jakarta, NU Online
Piagam madinah yang merupakan kesepakatan antara berbagai kelompok masyarakat yang ada di Madinah, antara kelompok muhajirin dan ansor, Muslim, Yahudi dan musyrikin merupakan manifestasi politik kebangsaan dengan kesepakatan hidup bersama dalam damai.

“Ini merupakan manifestasi politik kebangsaan, satu nusa satu bangsa, semuanya sama untuk menuju sebuah masyarakat yang beradab,” kata KH Said Aqil Siradj dalam seminar mengenai multikulturalisme yang diselenggarakan Muslimat NU di Jakarta, Kamis (10/7).<>

Rasulullah pindah ke kota Madinah yang dahulunya bernama Yastrib dan membangun komunitas yang berprinsip tauhid dengan tujuan ummatan wasatho. “Jadi targetnya jelas, bukan membangun ummatan arabiyyatan, bukan membangun ummatan Islamiyyatan, tapi ummatan wasatho, umat yang menjadi contoh bagi ummat yang lain,” terangnya.

Perjanjian hidup damai untuk seluruh komunitas ini tersebut bukan hanya tertulis dalam secarik kertas, tetapi dilaksanakan dengan konsisten. Rasulullah menegaskan “Barang siapa yang membunuh non muslim akan berurusan dengan saya, menyakiti non muslim juga berurusan dengan saya.” Saat ada janazah Yahudi yang lewat, Rasululah juga berdiri untuk menunjukkan penghormatan sebagai sesama manusia.

“Pada waktu itu kan tidak ada yang bersikap seperti itu, semuanya masih memikirkan diri dan kelompoknya masing-masing,” tandasnya.

Kang Said menjelaskan, penghargaan Rasulullah terhadap agama lain banyak sekali tercermin dalam ucapan dan perilakunya, salah satunya, ia meminta kepada Umar untuk menjaga kelompok Kristen Ortodok Koptik yang ada di Mesir jika sudah menaklukkannya, ketika Romawi yang Nasrani kalah perang dengan Persia, Nabi merasa susah sehingga diturunkan surat Ar Rum, yang diantara isinya menceritakan pada peperangan selanjutnya Romawi akan menang dan umat Islam harus bergembira atas kemenangan itu.

Demikian pula, dalam Al Qur’an, terdapat surat Maryam untuk merehabilitasi nama baik Maryan yang dituduh berzina. Tragedi orang Kristen Najhan yang dibunuh penguasanya juga diabadikan dalam Al Qur’an dalam ayat.

Perlindungan terhadap umat yang lain terus dilanjutkan oleh umat Islam, diantaranya yang dilakukan oleh Salahuddin al Ayyubi yang melindungi Kristen Ortodok saat perang salib.

“Allah tidak melarang berbuat baik pada non muslim yang baik, yang dilarang berbuat pada non muslim yang berbuat jahat,” tegasnya.

Dijelaskannya, Islam, bukan hanya risalah akidah dan syariah, tetapi yang lebih penting lagi, membawa misi kebudayaan, peradaban dan masyarakat yang berkualitas, masyarakat tamaddun. “Sayangnya nilai Islam yang luar biasa ini belum tercermin dalam perilaku. Saat ini kita keropos dan lemah dari sisi peradabannya,” ujarnya. (mkf)


Terkait