Jakarta, NU Online
Pemerintah akan melakukan audit terhadap Pertamina sebagai langkah awal penanganan terhadap BUMN yang saat ini mengalami kesulitan keuangan. "Pertamina memang akan kita audit dulu," kata Dirjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan Darmin Nasution usai mengikuti rapat kerja Panitia Anggaran DPR di Jakarta, Selasa kemarin.
Menurut dia, audit itu ditujukan untuk mengetahui asal usul tagihan terhadap Pertamina yang posisinya pada akhir tahun 2003 mencapai Rp8,5 triliun. Selanjutnya pemerintah akan mengupayakan reschedulling atau penjadualan kembali tagihan itu dalam waktu tiga hingga lima tahun.
<>"Bentuknya reschedulling saja, kita bagi dalam tiga hingga empat tahun, tergantung dari kemampuan Pertamian menjual aset-aset yang tidak produktif. Kalau tiga tahun bisa menyelesaikan ya syukur, kalau tidak bisa diperpanjang menjadi empat tahun atau bahkan lima tahun," katanya.
Sementara itu menanggapi penjualan kapal tanker Pertamina, Darmin mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) tentang pendirian Pertamina menyebutkan bahwa pemerintah menanamkan modal di Pertamina terdiri dari seluruh aset dan kekayaan yang ada di Pertamina.
Jumlah aset dan kekayaan itu, jelasnya, akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah dilakukan penilaian oleh Menteri Keuangan dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Sebenarnya secara prinsip, itu adalah aset korporat yang telah dipisahkan, tapi memang nilainya belum ditetapkan," katanya.
Sementara itu Panitia Kerja (Panja) Kebijakan Fiskal, Moneter, Pendapatan Negara, dan Pembiayaan Anggaran Panitia Anggaran DPR mengajukan sejumlah catatan dalam rangka membantu kesulitan cash flow Pertamina. Anggota Panja Soekardjo, SH ketika menyampaikan hasil pembahasan panja itu dalam rapat pleno Panitia Anggaran DPR di Jakarta, Selasa, menyebutkan, kesepakaran panja antara lain adalah agar pemerintah mencairkan "escrow account" tahun 2003 sebesar Rp2,7 triliun dari jumlah escrow account sebesar Rp3,2 triliun setelah mendapat persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Panja juga menyepakati tata cara pembayaran subsidi oleh pemerintah kepada Pertamina. Jika harga rata-rata minyak mentah sampai dengan atau di atas 33 dolar AS per barel, maka subsidi BBM yang akan dibayarkan adalah sebesar 85 persen dari perkiraan realisasi bulanan.
Jika harga rata-rata minyak mentah di bawah 33 dolar AS per barel, maka subsidi yang akan dibayarkan adalah sebesar 90 persen dari perkiraan realisasi bulanan. "Setiap tiga bulan sekali Departemen Keuangan harus melakukan verifikasi terhadap subsidi BBM itu," kata Soekardjo. (atr/cih)