Warta

Peletak Dasar Departemen Agama

Sabtu, 30 April 2011 | 10:03 WIB

Jakarta, NU Online
Salah satu peran KH Wahid Hasyim dalam kehidupan bernegara adalah upayanya untuk tetap mempertahankan keberadaan Departemen Agama serta meletakkan dasar yang kokoh didalamnya, meskipun waktu itu Indonesia dalam periode Republik Indonesia Serikat (RIS).

“Menurut beliau, meskipun dalam koridor RIS, tetapi banyak sekali urusan persoalan umat agama yang harus diselesaikan sehingga harus ditangani sendiri seperti persoalan kawin, waris, zakat dan supaya ketika ada persoalan, tidak muncul sikap anarkhis karena ada yang mengayomi,” kata Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar dalam acara Seabad KH A Wahid Hasyim di Jakarta, Sabtu.<>

Selama menjabat, ia juga membuat kebijakan hukum yang memiliki visi jauh ke depan, meskipun harus menghadapi kontraversi seperti mewacanakan adanya hakim perempuan, meskipun waktu itu belum ada hakim perempuan.

Wahid Hasyim juga menetapkan hari raya Islam, seperti awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha dengan pendekatan rukyat, tetapi tetap menghargai keberadaan metode lain seperti hisab.

Ia juga cukup terbuka dengan pemikiran luas, seperti ketidaksetujuannya terhadap pelarangan buku tafsir Fi Dzilalil Qur’an karangan Sayyid Qutb, yang waktu itu di Malaysia dan Brunei dilarang karena takut menimbulkan pemberontakan.

“Beliau berfalsafah terhadap tali yang mengikat NU itu longgar, bisa mengayomi semuanya,” jelasnya.

Apa yang menjadi konsentrasinya adalah pengembangan Kementerian Agama yang pengembangan pendidikan Islam, tetapi tidak berorientasi pada fikih.

Wahid Hasyim juga dikenal memiliki banyak teman diluar komunitas pesantren, termasuk pendeta Nasrani dan Hindu.

“Untuk ukuran zaman itu luar biasa dan tidak ada yang berani memprotes karena beliau memiliki warisan psikologis yang kuat sebagai putra KH Hasyim Asy’ari,” paparnya.

Menurut Gus Sholah, salah satu putranya, KH Wahid Hasyim mampu menjadi peletak dasar di Departemen Agama karena waktu itu umur kabinet sangat pendek, hanya berkisar satu tahun, sementara Wahid Hasyim mampu bertahan selama tiga tahun sehingga kebijakan yang dibuatnya bisa berkelanjutan. (mkf)


Terkait