Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyambut baik putusan majelis Mahkamah Konstitusi untuk mempertahankan UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama. Namun, Ormas Islam terbesar Indonesia itu menilai UU tersebut perlu diperbaiki agar memiliki rumusan isi lebih baik dan kian sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
‘’Upaya perbaikan, revisi agar tercipta suatu perundang-undangan yang rumusannya lebh baik dan sesuai dengan perubahan pasal dalam UUD 1945 menyangkut hak asasi manusia,’’ kata Ketua Bidang Non Litigasi Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU Asrul Sani di Jakarta, Senin, (19/4).<>
Menurut Asrul, sikap NU adalah tetap mempertahankan UU PPA. Hal itu karena bila regulasi itu dicabut maka akan terjadi kekosongan hukum dalam menghadapi praktik penodaan agama. Kondisi ini bisa berujung pada terjadinya anarki massa yang tidak terima keyakinan mereka dilecehkan.
‘’Karena itu, dari awal kita melihat masalah ini bahwa UU Pencegahan Penodaan Agama tetap diperlukan…kalau tidak ada UU ini, mudharatnya lebih banyak,’’ katanya.
Meski mempertahankan, Asrul berpendapat, terdapat beberapa kelemahan dalam UU PPA. Selain masalah HAM, UU tersebut juga memiliki kelemahan dalam bidang hukum seperti ketidakjelasan subyek hukum.
‘’Yang saya catat soal subyek hukum tidak jelas. Dari orang pindah ke organisasi. Yang jelas, ini perlu perbaikan,’’ katanya. (ful)