Lhokseumawe, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengajak pemerintah untuk menjadikan pondok pesantren sebagai pusat recovery Aceh pasca gempa dan tsunami 26 Desember lalu.
''NU menawarkan diri bekerjasama dengan pemerintah ayo mari kita bersama kita jadikan pesantren sebagai pusat kegiatan membangun Aceh pasca gempa dan tsunami,'' tandas ketua PBNU Andi Jamaro dalam pertemuan dengan masyarakat dan korban tsunami di Pondok Pesantren Darul Ulum Lhokman Puteh Lhokseumawe Naggroe Aceh Darussalam (NAD) Kamis (24/2) siang.
<>Pondok Pesantren, jelas Andi kepada NU Online, adalah ciri khas masyarakat Aceh yang orang Aceh menyebutnya (dayah). ''Saat ini tak kurang dari 600 pesantren yang ada di wilayah Aceh. Kalau korban bencana jumlah mencapai 200 ribu orang yang kini menjadi pengungsi, maka cukup 500 orang pengungsi bisa ditampung di pondok pesantren. Dengan demikian seluruh pengungsi korban gempa dan tsunami bisa ditampung di pesantren,'' tandasnya.
Hebatnya lagi, sambung Andi, seluruh pasilitas yang dibangun pemerintah seperti MCK, tempat ibadah dan sarana lainnya yang dibangun pemerintah bagi para pengungsi, tidak akan mubazir, karena apabila situasinya telah membaik, berbagai fasilitas dan sarana tersebut bisa dimanfaatkan oleh para santri. ''Sayangnya, pemerintah kurang memiliki perhatian yang besar terhadap lembaga pesantren.''
Dengan jumlah pesantren yang amat banyak yang tersebar di wilayah Aceh, papar Andi, pemerintah tak perlu pusing-pusing mencari lahan bagi pembuatan barak-barak serta pasilitas lainnya bagi para pengungsi. ''Padahal barak-barak yang dibangun pemeirntah sekarang ini banyak yang berdiri di atas lahan-lahan bermasalah. Sedangkan pesantren rata-rata memiliki lahan yang amat luas dan tidak bermasalah. Karena itu pesantren merupakan basis yang amat tepat sebagai pusat pembangunan Aceh pasca tsunami,'' tambahnya.
Ia menyebutkan, sebanyak 22 pesantren NU yang ada di beberapa wilayah Aceh sekarang ini telah menampung 1327 anak korban tsunami Aceh. Mereka mendapatkan beasiswa dari PBNU setiap bulannya Rp 100 ribu per bulan per orang selama tiga tahun. ''Bisa saja jumlah anak yang ditampung dan mendapat beasiswa bertambah. Seluruh dana beasiswa ini kami kumpulkan dari warga NU di seluruh Indonesia, kerjasama dengan Islamic Help dan Muslim Charity United Kingdom,'' ujar Andi.
PBNU sendiri, papar Andi, dalam mengatasi korban gempa dan tsunami lebih memusatkan pada tiga aspek. Pendidikan, kesehatan dan pengembangan ekonomi untuk melakukan recovery membangun Aceh. ''Mengapa pendidikan? Karena mereka yang telah wafa, biarlah mereka dipanggil Yang Maha Kuasa dengan tenang dan sudah banyak yang mengurusnya. Tapi pendidikan terutama anak-anak, belum banyak yang mengurusnya. Karena itu, PBNU sangat konsen untuk membimbing mereka sebagai bunga-bunga bangsa.''
''Karena itu, anak-anakku jangan bersedih. Kami menitipkan dan mendambakan harapan kami tentang masa depan Aceh kepada kalian semua. Mudah-mudahan di pesantren-pesantren ini kalian bisa banyak belajar berbagai aspek, belajar cara hidup, belajar ekonomi dan aspek lainnya sehingga ke depan bisa membangun Aceh ke arah yang lebih baik,'' tandasnya.
Pimpinan Pondok Pesantren Darul Ulum Teungku Abu Bakar Ismail mengungkapkan pesantren Darul Ulum yang didirikan tahun 1996 menampung 197 anak korban tsunami. Padahal, selama ini sebanyak 200 santri yang tinggal menetap di pesantren dan 149 santri yang tidak menetap di asrama. ''Terus terang sarana yang ada sangat terbatas terutama kamar penginapan dan MCK. Mudah-mudahan pemerintah dan berbagai lembaga Islam bisa memberikan bantuan untuk tersedianya sarana pendidikan yang baik bagi anak-anak Aceh,'' tandas Teungku Abu Bakar Ismail.(Cih)