Tradisi taraweh dengan jumlah rakaat sebanyak 20 rakaat kini semakin berkurang, terutama di kota-kota besar yang memiliki kecenderungan penduduk yang semakin pragmatis dalam menjalankan ajaran agama.
Untuk menghidupkan kembali tradisi taraweh sebanyak 20 rakaat yang menjadi tradisi NU dan juga dilaksanakan di Masjidil Haram, yaitu di Makkah dan Madinah, dua lembaga NU, Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI) NU dan Jamiyyatul Qurro wal Huffadz (lembaga qori’ dan penghafal qur’an) akan mencanangkan program taraweh Al Masjidil Haram pada Ramadhan 1429 H.<>
Ketua PBNU Masdar Farid Mas’udi yang sangat getol memaksimalkan peran masjid untuk tujuan sosial dan keorganisasian berharap program ini bisa dimulai di Jakarta. “Masjid merupakan pusat keummatan, siapa yang tak mau dan tak mampu memanfaatkannya, ini berarti bunuh diri, dan itu dosa,” katanya di gedung PBNU, Jum’at.
Ia menyadari tak mudah untuk menghidupkan kembali tradisi taraweh 20 rakaat ini mengingat sibuknya masyarakat kota dan alasan-alasan keagamaan. “Ya kalau nga bisa 20 rakaat paling tidak tak menganggap taraweh 20 rakaat itu bid’ah. Tapi kita menginginkan hasil yang maksimal,” paparnya.
Sejumlah masjid besar di Jakarta sudah siap untuk mengikuti program ini, dan di masing-masing cabang NU di Jakarta juga akan ditunjuk beberapa masjid sebagai pilot project. LTMI nantinya yang mengkoordinasi masjid yang mengikuti program ini sedangkan Jamiyyatul Qurra wal Huffadz akan menyediakan para imam yang mampu menghafalkan Qur’an (mkf)