Jakarta, NU.Online
Partai pemilu dinilai belum mampu menghasilkan rumusan untuk memperbaiki nasib buruh dalam pemilu 2004, buruh hanya dijanjikan "perbaikan nasib" dan janji-janji politik parpol peserta pemilu, demikian diungkapkan Wakil Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) E.Sobirin Nadj kepada NU.Online usai Dialog Buruh yang digelar DPP Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) di Gedung PBNU lt VIII, Jakarta, Jum'at (27/02).
Menurutnya, partai peserta Pemilu 2004 masih belum mampu menterjemahkan aspirasi buruh bahkan banyak parpol yang tidak memahami persoalan buruh, sehingga dalam mengambil kebijakan perburuhan seringkali tidak mampu mengakomodir kepentingan asasi mereka, padahal massa buruh hampir mencapai 80 juta dari total penduduk indonesia. "Ini terjadi karena UU yang dihasilkan tidak melibatkan tokoh-tokoh buruh," ungkap peneliti Senior ini.
<>Kegagalan partai politik dalam mengakomodir aspirasi itu kian nampak terutama ketika pemerintah, yang didukung ketua partai yang memenangkan pemilu, Megawati Soekarnoputri, mencabut Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Nomor 150 tahun 2000 dan menggantikannya dengan Kepmennakertrans No 78/Men/2001. "Kepmenaker No 150/2000 merupakan dokumen yang sangat membela buruh, namun karena kepentingan-kepentingan penguasa-pengusaha, Kepmenaker Nomor 150/2000 harus dicabut. Buruh pun marah," paparnya.
Selain persoalan kebijakan itu lanjut E.Sobirin, partai-partai politik memang tidak ada niatan serius untuk memperjuangkan nasib kaum buruh, dan yang dilakukan sekarang cuma sebatas life service, "janji-janji" politik menjelang pemilu yang segera akan dilupakan setelah pemilu berakhir. Karena itu, katanya, buruh harus menata dirinya sendiri dan mengeksplorasi persoalan yang dihadapinya agar tidak terus-menerus dimanipulasi oleh segelintir kepentingan elit. "Buruh harus independen dalam menentukan prinsip dan nasibnya, sehingga menjadi kekuatan politik yang efektif," tukas E. Sobirin.
Oleh karena itu, kata Enceng buruh harus mampu mengorganisasikan dirinya dalam bidang pendidikan, advokasi, penyadaran, sebab persoalan buruh tidak semata-mata tekhnis ada persoalan yang sangat substansial dan ideologis. Karena itu harus ada peningkatan kesadaran kaum buruh untuk berfikir tidak semata-mata memperjuangkan posisi sosial dan kesejahteraan tapi mereka harus juga berpikir fungsi politik dari kaum buruh sebagai warga negara, "buruh harus mengembangkan konsep tentang hak-hak warga negara," tuturnya mengakhiri pembicaraan (cih)