Jakarta, NU.Online
Pejabat militer setingkat jenderal ditawari 10 juta peso (sekitar Rp 1,55 miliar) untuk menjadi pemberontak oleh para pembelot, Sedangkan tentara dengan pangkat rendah dijanjikan bayaran 50.000 peso (Sekitar Rp 7,7 juta) asal mau bergabung.
Kepala militer Filipina Jenderal Narciso Abaya mengungkapkan, kelompok itu menawarkan sejumlah uang kepada mereka yang bersedia bergabung. Ajakan dan tawaran itu disampaikan lewat SMS. Abaya menegaskan, dia sedang menyelidiki kasus tersebut. Tetapi, para pejabat militer mengaku kesulitan membuktikan upaya kelompok itu, karena tawaran tidak dilakukan secara langsung.
<>Upaya ini diduga dilakukan oleh kelompok yang terlibat dalam upaya kudeta yang gagal 27 Juli lalu. Mereka berusaha merekrut kembali anggota militer, dimana sepekan sebelumnya terdengar kabar ancaman kudeta susulan dari kelompok yang sama.
Namun, upaya tersebut berhasil digagalkan. "Ada usaha merekrut beberapa anggota angkatan bersenjata, tetapi tidak sukses karena angkatan bersenjata Filipina masih loyal," kata penasihat keamanan nasional Filipina Roilo Golez kepada wartawan.
Penegasan Golez itu dibenarkan Sekretaris Kabinet Richard Saludo, yang menggambarkan upaya rekrutmen itu sebagai membeli loyalitas tentara. Baik Golez maupun Saludo tidak membeberkan kelompok mana yang tengah merencanakan kudeta dengan merekrut personel militer itu.
"Kelihatannya dilakukan kelompok sipil yang didukung beberapa kalangan militer," katanya usai rapat kabinet darurat, yang juga dihadiri para pejabat keamanan.
Mendagri Jose Lina mengaku bahwa pejabat berwenang dan pemerintah sudah mengantongi identitas para pengacau. "Jika berniat melakukan gerakan terselubung, mereka dianggap sebagai kriminal dan diajukan ke pengadilan," tegasnya.
Sebuah sumber menyebutkan, kelompok itu adalah orang-orang yang terlibat dalam upaya kudeta yang gagal 27 Juli lalu. Mereka berusaha merekrut kembali anggota militer.
Laporan ancaman kudeta itu memaksa Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo mempersingkat kunjungannya ke Brunei Darussalam. Dia hanya sempat bertemu Sultan Bolkiah, tidak lebih dari lima jam.
Kemarin dia tiba kembali di Manila dan langsung mengadakan pertemuan dengan para petinggi militer maupun kepolisian. Usai pertemuan dadakan itu, anggota militer dan kepolisian diinstruksikan untuk siaga penuh terhadap kemungkinan aksi pengerahan massa, yang bisa mengganggu stabilitas.
Antisipasi tersebut dilakukan terkait munculnya informasi akan terjadi aksi seperti itu. "Tapi, mereka tidak akan bisa memobilisasi massa dalam jumlah besar," tegas Lina.
Situasi serupa terjadi menjelang kudeta yang gagal 27 Juli lalu. Saat itu muncul isu yang langsung direspons Arroyo dengan menggelar pertemuan dengan kalangan militer, yang diduga akan melakukan kudeta.
Kudeta 27 Juli dilakukan perwira junior yang menuding terjadi korupsi di kalangan militer. Tetapi, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa kudeta itu tidak semata dilakukan para perwira junior tersebut.
Kelompok sipil diduga berada di balik aksi itu. Sampai saat ini, pemerintah belum mengumumkan tokoh sipil yang menjadi dalang kudeta itu. Tetapi, kalangan media melaporkan bahwa kudeta itu dilakukan untuk menaikkan Wapres Teofisto Guingona menggantikan Arroyo.
Guingona secara implisit mengakui kemungkinan tersebut. Dia mengaku mendapat tawaran untuk menjalankan skenario itu. Namun, dia menolaknya. Menurut dia, cara seperti itu akan menghancurkan institusi. (Cih)