Jakarta, NU.Online
Hubungan NU-PKB yang kurang harmonis belakangan ini bisa diminimalisir dengan melakukan komunikasi yang mutual simbiosis, ungkap Wakil Sekjend PBNU, Syaiful Bahri Anshori, disela-sela menerima kunjungan warga NU-PKB Blitar di gedung PBNU, Jakarta (10/8/2003)
Dalam kesempatan itu, Syaiful Bahri menjelaskan selama ini relasi yang terjalin antara NU dan PKB memang perlu ditegaskan kembali posisinya secara tepat. Posisi NU sebagai organisasi sosial keagamaan dengan gerakan kulturalnya yang strategis memang mengharuskan terbukanya peluang komunikasi lintas kelompok. Bentuk mediasi yang paling sesuai dengan realitas kedirian NU maupun PKB adalah mediasi kultural bukan semata-mata struktural yang berlangsung secara intensif, kontinyu, dan memperhatikan benar faktor kekinian. Dan upaya-upaya yang dilakukan rombongan dari Blitar ini juga tidak lepas dari konteks untuk membangun komunikasi dua arah yang membangun pengertian dan tanpa prasangka, ujar Syaiful yang mantan Ketua Umum PB PMII.
<>Kedatangan rombongan dari Blitar ini memang dimaksudkan untuk memberikan contoh baik kepada PBNU maupun DPP PKB agar bisa harmonis dan seiring sejalan, rombongan yang terdiri dari dua bis yang terdiri dari Cabang MWC, Ranting (satu bis PKB dan satu bis NU) ini juga berkunjung ke kantor pusat PBNU dan DPP PKB di Jl. kalibata Timur, tegasnya
Lebih lanjut ungkap Syaiful PKB didirikan untuk kepentingan warga NU dan kepentingan bangsa sekaligus. Itu pun harus diutamakan kepentingan rakyat banyak, bukanya kepentingan para pemimpin partai, maupun kepentingan segelintir orang saja. Ini sesuai dengan adagium fiqh (hukum Islam), bahwa pemimpin berkewajiban menyelenggarakan kesejahteraan rakyat banyak (Tashrruf Al-Imam a’la al-Ra’iyah Manuthun bi al-Maslahah).
Ditempat yang sama, ketua NU Blitar, KH. Hidayat juga mengungkapkan keprihatinan dan harapan yang sama, dirinya berharap hubungan antara NU-PKB bisa seiring sejalan, mengingat jika terjadi gejolak dibawah, "akan sulit untuk menghadapi jika terjadi konflik maupun dualisme seperti sekarang ini," ungkapnya dalam kesempatan wawancara dengan NU.Online.
Harapannya NU sebagai Jam'iyyah, maupun PKB yang nota bene secara historis dilahirkan dari NU dapat memberikan inspirasi bagi organisasi-organisasi politik (parpol) untuk berkiprah di lingkungan negara dan pemerintahan dengan menggunakan acuan-acuan yang dipersiapkan oleh PBNU. Dengan demikian, etika, moralitas atau akhlak politik kita akan terangkat naik, tidak lagi berpusat pada upaya mencari posisi dalam pemerintahan, melainkan untuk melaksanakan prinsip politik tertentu, seperti kepentingan rakyat banyak, penciptaan kedalatan hukum dan pemerintahan yang bersih.
Sementara itu, Drs. Afif, ketua DPC PKB Blitar mengungkapkan apa yang terjadi dengan NU-PKB selama ini bisa diselesaikan dengan melakukan komunikasi dan musyawarah yang intensif, "Baik NU maupun PKB seharusnya mengedepankan upaya musyawarah dan saya yakin kalau mau mengalah akan ada solusi disamping menghindari upaya yang arogan." katanya.
Mengenai Kepemimpinan kedepan baik KH Hidayat maupun Afif mengungkapkan, "Kalau NU yang punya PKB nanti calon warga nahdliyin itu harus satu," karena kalau tidak dirinya pesimis untuk bisa memenangkan pertarungan pada pemilihan langsung nanti. "Siapapuin figurnya tidaklah masalah yang penting kredibel, layak dan amanah agar suara nahdliyyin tidak terpecah," tandasnya menutup pembicaraan (Cih)