Warta

NU Pengambil Peran Perdamaian di Poso

Kamis, 19 Februari 2004 | 22:01 WIB

Poso, NU Online
Konflik komunal di Poso kini memasuki fase deeskalasi. Fase dimana intensitas konflik mengalami penurunan secara perlahan.Tahapan ini juga ditandai dengan makin kentaranya proses recovery social dan ekonomi.   Perlahan-lahan makin mereda, sudah tidak terjadlagi konfrontasi. Situasi mulai normal,proses pembauran sosial telah terjadi, diruang publik seperti dipasar-pasar mulai terjadi transaksi ekonomi yang melibatkan kedua belah pihak, begitu juga di sekolah-sekolah nampak siswi berjilbab berjalan beriringan dengan siswi non-muslim. Meskipun masih dalam lingkup kecil, gambaran itu menunjukkan bahwa proses perdamaian Poso mulai menampakkan hasil.Indikasi lain, bisa dilihat dengan sebagian pengungsi telah kembali kerumahnya masing-masing serta melakukan pembangunan kembali rumah-rumah mereka yang terbakar.

Mensikapi kondisi ini, Darwis Waru Koordinator Kelompok Kerja Resolusi Konflik dan Perdamaian (RKP)  Poso, kepada NU Online menyatakan (19/2) Proses perdamaian di Poso terjadi juga karena andilnya ormas keagamaan moderat seperti NU, di Sulawesi secara kelembagaan biasanya diwakili oleh Al-Khaerat. Peran organisasi ini besar di dalam proses penyelesaian damai, merakalah sejak awal yang mengibarkan bendera perdamaian, serta mengambil inisiatif penyelesaian konflik di akar rumput, Organ pemuda dari Organisasi ini bahkan berani melangkah lebih jauh, apa yang dilakukan oleh PMII, IPNU, Himpunan Pemuda Al-Khaerat (HPA), dengan mempertemukan dua kelompok yang bertikai merupakan gebrakan yang memberikan landasan dasar bagi proses perdamaian di Poso Paska Deklarasi Malino. Di penjuru kota Poso, nampak spanduk perdamaian terbentang, bahkan diselingi dengan umbul-umbul pesan damai, dimana organasi pemuda NU menjadi sponsor utamanya.

<>

Keberanian sikap inilah, menyebabkan mereka harus bergesekan dengan kelompok Islam yang lebih radikal, seperti laskar Jihad Ahlussunah Waljamaah serta Laskar Sabilillah. Menurut Farida, Ketua  PMII Cabang Poso menyatakan pergesekan ini terjadi karena mereka menganggap bahwa perdamaian adalah konsep orang munafiq, lunak dan tidak memiliki ketegasan sikap. Bagi mereka, kelunakan terjadi karena faham keagamannya terlalu lentur. Apalagi dibumbui dengan faham bid’ah dan khurafat, makin memperlemah umat Islam, demikian kecaman mereka, pada kelompok Pemuda NU. Padahal menurut Farida, masyarakat bawah sudah sangat jenuh dengan konflik, mereka mendambakan perdamaian, konflik hanya menyisakan penderitaan mendalam bagi anak-anak dan perempuan Poso. Mereka kehilangan masa depan, mengalami tekanan mental, serta trauma berkepanjang, oleh karena itu tidak ada jalan lain, neven-neven NU di Poso harus mengambil inisiatif damai, meskipun harus menuai resiko teror dan ancaman, demikian penurutannya mengakhiri pembicaraan dengan NU Online. (AA)


Terkait