Sebagai ormas keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul ulama (NU), saat ini sedang menghadapi ancaman ideologi liberalisme dan radikalisme.
"Kedua ideologi ini tentu saja bisa mengancam eksistensi negara bahkan agama. Karena itu, dalam konteks menghadapi ancaman dua arus besar ini, NU mengembangkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah," terang Ketua MWC NU Kedungpring, Lamongan, Jawa Timur, Drs. Hamim Baidlowie, saat memberikan tausiyahnya tentang Aswaja di SMK NU 2 Kedungpring, Lamongan, belum lama ini.<>
Menurutnya, faham keagamaan NU yang moderat dan toleran ini harus terus dikembangkan dan dilestarikan di tengah-tengah masyarakat.
"Dengan faham keagamaan NU semacam ini, maka warga NU (Nahdliyin) khususnya dan umat Islam pada umumnya tidak mudah terjerembab ke dalam jurang dogmatisme dan fanatisme buta," katanya.
Hamim menilai, munculnya faham dan gerakan radikal tersebut terjadi karena mereka mengklaim sebagai kelompok yang paling benar dan paling baik, "sementara kelompok lain merupakan kelompok yang tersesat."
"Maka, efek yang yang ditimbulkan adalah menguatnya sikap tidak toleran dan antikeragaman dalam diri umat Islam," kata Kepala SMK NU Kedungpring ini.
Menurutnya, selain bisa merugikan umat Islam sendiri, sikap fanatisme dan dogmatisme yang cenderung eksklusif ini secara eksplisit telah mengingkari nilai-nilai fundamental Islam sendiri.
Pihaknya berharap agar warga NU tetap teguh dengan ajaran-ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang selama ini dikembangkan oleh NU. (dar)