Munculnya kebijakan parlemen untuk melakukan referendm bagi kemerdekaan Sudan Selatan itu sungguh sangat mengaggetkan, demikian Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi.
“Ini namanya sudah pemecahbelahan yang dilakukan oleh kekuatan internasional. NU sudah memiliki komitmen dengan pemerintah dan para ulama Sudan bahwa PBNU akan mendukung keutuhan Sudan sebagai wilayah yang merdeka dari campur tangan asing,” katanya kepada NU Online di Jakarta, Jum’at (25/12).<>
Sebagai Sekjen International Conference of Islamic Sholars (ICIS) Hasyim merasa memahami pola-pola konflik internasional, terutamna di negara-negara Islam seperti Sudan itu. Konflik ini, katanya, selalau berkaiatan dengan cadangan mineral yang dimiliki, apakah gas, uranium, emas dan lainnya.
Karena itu penyelesaiannya tidaka sebagtas soal agama, tetapi menyangkut kebijakan ekonomi politik internasional. Sayangnya, negara-negara besar yang menguasasi lembaga intensional seperti Amnesti Internasional, UNHCR, termasuk Dewan Keamanan PBB sendiri di kuasasi oleh negara-negara besar yang justeru terlibat dalam perebutan aset ekonomi di negara-nmegara Muslim tersebut.
Maka negara Muslim perlu bersatu agar mereka menjadi kuat, kata Hasyim. ”Kalau mereka tidak kuat, maka kekayan alam itu malah hanya akana menjadi sumber bencana ketika diperebutkan oleh bangsa lain seperti sekarang ini, sehingga konflik dan terorisme selalu muncul di sana. Pola pemecahbelahan ini harus diakhairi agar negara Islam tidak tercabik-cabik,” tambahnya.
Sejak Sudan dilanda pertikaian antar etnis di bagian selatan negeri Muslim di Afrika itu, PBNU telah beberapa kali diajak berembuk oleh pimpinan tetinggi negeri itu untuk menyelesaikannya. Hubungan kedua Negara memang sangat erat. Saat ini terbilang puluhan mahasiswa Indonesia mendapat beasiswa untuk belajar di beberapa universitas di sana.
Kedekatan secara agama dan budaya itu memungkinkan Sudan dengan Indonesia dan dengan pimpinan NU khususnya memungkinkan untuk membicarakan berbagai persoalan bersama.
NU Online pernah mewartakan, ketika presiden Sudan Omar Al-Bashir dituduh oleh Amnesty Internasional sebagai penjahat perang yang harus ditangkap, dan negeri itu dijatuhi sanksi ekonomi, NU dengan tegas mengecam sikap Amnesti Internasional tersebut. Langkah ini dinilai bukan menyelesaikan masalah tetapi berupaya menambah keruwetan. (mdz)