Warta

NKRI Harus Kembali ke Pancasila

Selasa, 17 Mei 2011 | 13:14 WIB

Padang, NU Online
Carut marutnya kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini akibat dasar negara Pancasila tidak lagi ditegakkan di tengah kehidupan bermasyarakat. Solusinya, bagaimana kembali menegakkan Pancasila. Karena dengan menegakkan Pancasila sekaligus menegakkan agama dan budaya bangsa yang alamis.

A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Tuanku Bagindo Muhammad Leter dan Dosen Tafsir Hadist IAIN Imam Bonjol Padang Dr Syafruddin MA mengungkapkan hal itu pada bedah buku, Hujjah NU, Akidah-Amaliah-Tradisi, Selasa (17/5/2011) di aula PWNU Sumbar. <>

Bedah buku yang ditulis Rais Syuriah PCNU Jember KH Muhyiddin Abdusshomad diterbitkan Khalista & LTN NU. Bedah buku diselenggarakan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia Bintang Sembilan Sumbar bekerjasama dengan Kontributor NU Online di Sumbar dan Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN IB Padang. Sedangkan moderator Dosen Universitas Andalas Harry Effendi Iskandar, SS.MA.

Menurut Muhammad Leter, perdebatan sistem negara sampai sekarang memang masih belum final. Karena pada zaman Nabi Muhammad Saw pun tak ada sistem kenegaraan yang difinalkan.

”Yang penting itu bagaimana sistem kenegaraan tersebut bisa tunduk kepada iman, ilmu dan ihsan. Jika tunduk kepada tiga pokok tersebut, dapat dipastikan negaranya aman. Kekacauan yang tengah melanda negeri ini karena sistem perpolitikan lebih menonjolkan kepentingan, akal yang lebih diutamakan. Bukankah yang mengacau tersebut adalah orang cerdik dan berilmu pengetahuan. Seharusnya, sistem perpolitikan mengaju pada nilai-nilai agama. Sehingga akan mendatangkan kedamaian, kesejukkan dan ketentraman,” kata M. Leter.

Muhammad Leter menilai, apa yang disampaikan buku Hujjah NU, Akidah-Amaliah-Tradisi mampu menjawab dua pertanyaan besar yakni, manusia sebagai hamba Allah dan manusia sebagai khalifah Allah. ”Saya kagum dengan buku ini karena lengkap dengan dalilnya untuk menjelaskan amaliah dan tradisi yang tumbuh di lingkungan NU.

Lain dengan Syafruddin yang menyoroti banyaknya tuduhan bid’ah yang dilakukan terhadap tradisi yang tumbuh di lingkungan warga nahdliyin. Pada prinsipnya, bid’ah dibagi dua yakni bid’ah hasanah dan sayyi’ah. Bid’ah hasanah, maksudnya perbuatan baru yang baik dan tidak bertentangan dengan agama Islam, bahkan dalam keadaan tertentu sangat dianjurkan. Sedangkan bid’ah sayyi’ah, perbuatan baru yang secara nalar bertentangan dengan agama Islam.

Syafruddin mencontohkan, kegiatan rutin warga NU seperti lailatul ijtima’ memang tidak ada aturannya dalam Al Qur’an dan Hadist. Tapi dalam lailatul ijtima’ tersebut dilakukan zikir bersama, baca Al Qur’an (Yasinan), berdoa bersama. Nah, zikir ini berpuluh-puluh hadist dan ada juga di Al Qur’an yang menyebutkan suruhan untuk berzikir. Zikir dan baca Al Qur’an amat disanjung oleh Allah SWT dan tentu saja mendapatkan pahala dari perbuatan baik itu.

Di Sumbar sendiri NU-nya baru bisa  membaca, belum sampai pada tingkat mengerti. Sehingga masih sangat perlu peningkatan sumber daya manusia.

Redaktur: Mukafi Niam
Kontributor: Bagindo Armaidi Tanjung


Terkait