Warta

Nasib Partai Islam Suram

Sabtu, 10 Mei 2003 | 10:25 WIB

Jakarta, NU.Online
“Untuk kedepan, partai Islam akan mengalami kecenderungan penurunan perolehan suara yang tajam” ungkap Arbi Sanit dalam dialog yang diadakan GP Ansor tentang politik nasional dengan tema “Prospek Partai Islam dalam Pemilu 2004,” di Hotel Indonesia (10/5).

Arbi Sanit mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan pemilu tahun 1955, pada pemilu tahun 1999, suara yang diperoleh partai Islam menurun sangat banyak. Pemilu 1955 jumlah pemilih mencapai 43.49% sedangkan pada pemilu 1999 jumlah pemilih partai Islam menurun tinggal 35.98 (sudah termasuk PKB dan PAN yang menyatakan diri sebagai partai terbuka), sedangkan partai sekuler meningkat dari 22.96% menjadi 56.56%.

<>

“Jika tidak melakukan perubahan platform, dalam lima kali pemilu partai Islam akan habis” ungkap Arbi Sanit. Namun secara umum, peta politik tahun 2004 tidak jauh berbeda dengan pemilu 1999. mungkin hanya terdapat perubahan komposisi 10-20%. Arbi sanit berkata “Stabilitas peta kekuatan partai dijamin oleh sistem partai aliran yang berbasis kelompok masyarakat primordial dan ditopang oleh kepemimpinan kharismatik dan patronalisme”. ungkapnya

Hal senada juga ungkapkan oleh Drs Endin AJ. Soefihara MM, Sekretaris FPP DPR RI. Ia mengungkapkan bahwa jika partai Islam tetap para platformnya saat ini untuk ke depan partai Islam juga akan mengalami penurunan. Endin mengatakan “Indonesia merupakan negara yang plural. Jika partai Islam hanya mengandalkan dari pada captive marketnya, jumlah pendukungnya akan semakin berkurang”. Selama ini partai Islam cenderung hanya mengandalkan diri pada pendukung tradisionalnya. “Jika PPP ingin menjadi besar maka ia harus dapat melakukan manuver yang bisa menggaet dukungan diluar massa tradisional. Ia harus bisa menjalankan fungsi sebagai partai modern” ungkap Endin.

Fachry Aly yang juga ikut sebagai pembicara dalam acara tersebut mengatakan bahwa selama ini partai-partai di Indonesia mengandalkan diri pada pemilih yang bersifat tradisional dan mementingkan hal-hal yang berbau primordial.

Fachry Aly berkata “Partai-partai masih akan mempergunakan mitos-mitos yang melekat pada para pemimpin partai seperti sang ratu adil, wali, dll”. Kebanyakan pemilih masih mengandalkan ikatan emosional, bukan alasan rasional. Komposisi antara pemilih emosional dan rasional mungkin 70 persen dibandingkan dengan 30 persen.

Penggunaan mitos ini sebenarnya merupakan proses pembodohan. Partai politik takut melakukan pembelajaran pada masyarakat karena ketakutan suara mereka akan berkurang karena saat kekuatan partai saat ini masih melekat pada tokoh yang menjadi pemimpin partai.

Acara GP Ansor ini diselenggarakan untuk menyambut muktamar PPP pada pertengahan Mei mendatang. “Ini merupakan sumbangsih Ansor kepada bangsa dalam hal pengembangan pemikiran” ungkap Niam Salim salah satu ketua yang saat itu mewakili H Saifullah Yusuf yang berhalangan hadir. Ini menunjukkan bahwa Ansor tidak terikat pada satu partai tertentu. “Kami ada dimana-mana, dan jika nanti Golkar, PDIP, Atau PKB akan mengadakan Mubes, muktamar, atau kongres, kami juga akan mengadakan acara serupa,” tambahnya. (mkf)


Terkait