Warta

MUI Masih Belum Satu Pendapat Soal Hukum Rokok

Sabtu, 30 Agustus 2008 | 10:24 WIB

Kudus, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih belum satu pendapat soal hukum rokok menyusul permintaan fatwa haram. Rencananya persoalan ini baru akan dibahas usai Ramadhan 1429 H, dan kini wacana soal hukum rokok masih menuai pro-kontra diantara MUI sendiri.

Di Kudus, Jawa Tengah, Ketua MUI setempat KH Syafiq Naschan berpendapat, rokok hukumnya makruh saja, tidak diharamkan. Ia menganalogikannya dengan hukum makruhnya memakan bawang.<>

"Bau orang memakan bawang sama tidak enaknya dengan orang merokok, jadi hukum rokok makruh," jelasnya pada diskusi Pro-Kontra Fatwa Haram Rokok yang diadakan oleh Lembaga Studi Sosial Budaya (LS2B) Sumur Tolak Kudus di kantor Lembaga Bantuan Hukum Kudus, Sabtu (30/8), seperti dilaporkan kontributor NU Online Zakki Amali.

Hadir sebagai narasumber KH Syafiq Naschan, Zamhuri Direktur LS2B, dan Piet Abdullah pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia cabang Kudus.

KH Syafiq menjelaskan, pada dasarnya hukum rokok tidak ditemukan di dalam Al Qur'an dan Hadits. Setelah itu, sebagian ulama pun berijtihad dengan mengiaskannya pada hukum memakan bawang.

Ia mengkritisi hukum haram dan mubah (boleh) terhadap rokok. Jika dihukumi mubah, orang seenaknya merokok di sembarang tempat, misalnya masjid. Padahal di masjid hal itu dilarang.

Sedangkan apabila rokok difatwa haram, dikhawatirkan akan terjadi bencana sosial yang besar. Pengangguran akan bertambah banyak.

Piet Abdullah pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia cabang Kudus membenarkannya. Jika dihukumi haram, pabrik rokok yang tutup akan banyak dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.

"Usaha rokok telah menyedot pekerja 10.350.00 orang di seluruh Indonesia. Lah, kalau ini diharamkan, pada ke mana mereka semua," gugatnya.

Di sisi lain, Zamhuri menyoroti dampak negatif merokok. "Riset menunjukkan ada 4.000 racun dalam sebatang rokok," katanya.

Ia mengusulkan adanya kearifan dalam menyikapi permasalahan ini. "Ada baiknya MUI berkolaborasi dengan pemerintah memutuskan hal ini. Karena ini juga berimbas pada pendapatan negara yang mencapai ratusan triliyun per tahun itu," ujarnya mengakhiri diskusi.

Sementara itu dilaporkan sebelumnya, isu fatwa haram rokoh MUI Pusat telah menyudutkan MUI di Madura. Pasalnya masyarakat di pulau garam ini menganggap rokok sebagai bagian dari kebutuhan hidup.

"Pengharaman rokok, selain berdampak pada kehidupan warga Madura juga nama baik MUI kini tercoreng," kata Ketua MUI Cabang Kabupaten Sumenep, KH Ahmad Syafraji di Sumenep, Ahad (24/8) lalu.

Kiai Ahmad Syafraji menyesalkan MUI Pusat yang tidak mengomunikasikan persoalan pengharaman rokok ini dengan MUI di tingkat daerah. "Saya sendiri sebagai orang MUI daerah tidak pernah ada komunikasi dari MUI Pusat jika akan mengeluarkan fatwa rokok haram," katanya.

Dikatakannya, para ulama masih berbeda pendapat. Ada yang mengatakan, hukum rokok itu haram, makruh, mubah, bahkan bisa sunnah. (zak/sam)


Terkait