Warta

Media Radio belum Dilirik Pengusaha NU

Jumat, 22 Oktober 2010 | 04:51 WIB

Jakarta, NU Online
Radio sebagai ruang mediatik memiliki potensi pendengar fanatik yang besar dibanding media lain, khususnya kalangan menengah ke bawah. Radio belum dilirik oleh warga Nahdliyin sebagai usaha di bidang media. Padahal potensi ekonomi radio cukup besar sebagai bidang usaha.

Selain itu, potensi kekuatan untuk berdakwah menyebarkan nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) di kalangan warga pendengar tidak kalah massifnya dibanding, misalnya, televisi.<>

Kesimpulan tersebut mengemuka dalam Diskusi Kamisan bertema "Media Islam Kini" di Kantor Redaksi NU Online, Jakarta, Kamis (21/10). Diskusi menghadirkan pemerhati media Alamsyah M Dja'far, Pimred NU Online Savic Alielha, dan Wasekjend PBNU M Imdadun Rahmat. Diskusi dipandu redaktur NU Online Hamzah Sahal.

Diskusi tentang media dengan menyoroti radio dimunculkan peserta diskusi Kholilul Rohman Ahmad (akrab dipanggil Maman), warga NU asal Magelang yang pernah berpengalaman mengelola radio komersial di daerah Jawa Tengah.

"Sebab radio mempunyai kelebihan dan keunikan tersendiri. Misalnya, orang mendengar radio bisa dilakukan sambil memasak, mencangkul, atau beraktivitas lain. Maka, bila kita bisa mengelolanya, dengan radio banyak manfaat yang bisa kita raih," kata Maman, panggilan akrabnya.

Dikatakan, tahun 1980-1990-an radio pernah menjadi media paling digemari masyarakat lantaran mata acaranya populis. Misalnya, ada sandiwara, wayangan, dan ketoprak. Saat itu anggaran iklan perusahaan nasional banyak dialokasikan ke radio. Populeritas radio tiada duanya, media paling murah dan mudah dijangkau masyarakat.

"Akan tetapi sejak televisi menjadi media mainstream, posisi radio tergeser. Kue iklannya beralih ke televisi. Akan tetapi bukan berarti eksistensi radio kemudian mati. Potensinya tetap menggiurkan," kata mantan Manajer Radio Fast FM Magelang ini.

Saat radio jadi media massa paling populer waktu itu, kata Maman, banyak juga pengusaha nahdliyin yang mendirikan lalu diisi dengan mata acara keagamaan. Seperti pengajian, tanya jawab soal agama, dan menyajikan lagu-lagu rohani keislaman.

"Akan tetapi, sayangnya, kebanyakan dari mereka tidak bertahan lama. Radio komersial yang dikelola warga NU bertumbangan. Kebanyakan karena persoalan manajemen yang tidak profesional. Semangatnya mereka besar. Tapi manajemennya tidak diatur mengikuti perkembangan zaman," ujarnya.

Dikatakan, sejak tahun 2000-an sudah ada beberapa pengusaha NU yang berminat mengembangkan radio sebagai bidang dakwah sekaligus usaha. Selain itu, keinginan warga NU yang ingin mendirikan radio juga banyak.

"Jika PBNU berminat mengelola radio di setiap PWNU, saya kira yang perlu dipersiapkan adalah pikiran profesional dan berdakwah harus seimbang," kata Maman. (lul)


Terkait