Warta

Mbah Muchith Inginkan Dokumen Penting NU Dilacak

Rabu, 12 November 2008 | 10:01 WIB

Jember, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Muchith Muzadi (Mbah Muchith) meminta kader-kader NU untuk melakukan pelacakan dokumen-dokumen penting, terutama terkait peranan NU dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sepanjang sejarah, peranan NU dalam membangun NKRI diyakini cukup besar. Hampir dalam semua peristiwa penting negara NU selalu ambil bagian, bahkan pada beberapa kesempatan NU tampil di garda depan. Namun sayang, peristiwa itu banyak yang tidak terdokumentasikan dengan baik sehingga kurang mendapatkan pengakuan dari negara.<>

Menurut kakak kandung Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi itu, banyak peristiwa penting yang hanya menjadi kebanggaan orang NU, namun tidak diakui oleh orang lain akibat dari minimnya dokumen.

“Harusnya segera dicari itu dengan mengadakan penelusuran ke putra-putra tokoh NU yang dimungkinkan menyimpan dokumennya,” kata Mbah Muchith kepada NU Online di kediamanya, Masjid Sunan Kalijaga Jember, Selasa (11/11).

Dokumen-dokumen penting itu di antaranya adalah naskah asli Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang membakar semangat perang 10 Nopember 1945 di Surabaya yang lebih dikenal sebagai Hari Pahlawan.

Dokumen lainnya adalah teks asli penerimaan NU terhadap asas tunggal Pancasila. Teks itu juga bernilai sangat penting, karena pada saat itu hampir semua umat Islam belum bisa menerima asas Pancasila dalam Munas Situbondo tahun 1983. Baru setelah NU menerima, semua ormas Islam akhirnya mengikuti langkah itu.

Secara kelembagaan pencarian itu bisa dimulai oleh siapa saja. “Lebih-lebih oleh lembaga ataupun badan otonom yang senapas. Bisa oleh Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Lakpesdam, maupun lembaga yang lain,” katanya.

Pencarian juga bisa dilakukan oleh kader-kader muda yang mempunyai bakat menulis dan investigasi, tentu akan lebih baik. Soal kemampuan sumberdaya manusia dan keuangan yang terbatas, Mbah Muchith tidak mempersoalkan. “Yang penting punya semangat,” katanya.

Tokoh sepuh yang sudah 64 tahun bergabung dengan NU itu sedikit “menggugat” lemahnya budaya menulis dan dokumentasi di kalangan nahdliyin. Ia contohkan naskah Khittah yang sudah digulirkan 24 tahun pun tidak banyak yang membacanya. “Juga program yang dirancang setiap lima tahun, berapa PCNU yang sudah baca?” tanya Mbah Muchith. Orang NU memang masih lemah dalam hal menulis  dan mendokumentasi.

Ia mencontohkan, sebenarnya banyak buku penting NU yang seharusnya dijadikan buku wajib di tingkat kecamatan hingga pusat. Di antaranya buku-buku karya KH Saifuddin Zuhri Debat Ijtihad vs Taqlid dan Pedoman Dakwah karya KH Mahfudz Siddiq, buku-buku karya KH A Wahid Hasyim, dan lainya. “Buku-buku itu mestinya harus jadi bacaan wajib, paling tidak buku anjuran mulai dari tingkat MWC,” harap Mbah Muchith.

Soal pelacakan dokumentasi NU, menurut Mbah Muchith selain dengan melacak buku-buku yang sudah diterbitkan, juga bisa dengan mendatangi para tokoh NU atau putra tokoh-tokoh NU yang dimungkinkan masih menyimpan dokumen otentik. Dikatakannya, jika dokumen-dokumen otentik itu sudah ditemukan dan dipublikasikan, tanpa diminta pun orang lain akan mengakui makna peranan dan perjuangan NU. (sbh)


Terkait