Masduki Baidlowi: FKB DPR RI Akan Memperjuangkan Hak-Hak Ekonomi Pedagang Unggas Yang tergusur
Kamis, 20 Januari 2005 | 13:15 WIB
Jakarta, NU Online
Untuk mencegah para pedagang unggas hidup yang tergusur dari Pasar Wonokromo mengalami kehancuran masa depan ekonominya, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI menuntut pemerintah kota Surabaya mencarikan lokasi di sekitar Pasar Wonokromo.
“Kita sangat sedih melihat kenyataan itu, apalagi mereka sekarang nasibnya terkatung-katung menjadi tidak jelas. FKB merasa bertanggungjawab untuk turun tangan membela kepentingan mereka,” tegas Wakil Ketua FKB DPR RI, Masduki Baidlawi kepada NU Online, Kamis (20/1) di Jakarta.
<>Jumlah pedagang unggas hidup yang nasibnya terkatung-katung setelah diusir dari lokasi yang menjadi tempat mereka berdagang selama ini sekitar 75 hingga 100 orang. Pengusiran yang dilakukan Kepala Pasar Denis berserta anak buahnya pun berbuntut pengaduan oleh para pedagang unggas hidup itu kepada DPRD Kota Surabaya. Pasalnya, mereka sudah berdagang di Pasar Wonokromo sebelum modernisasi dilakukan.
Mendapatkan pengaduan tentang kesewenang-wenangan itu, para wakil rakyat pun mempermasalahkan keadaan itu kepada Wali Kota Surabaya Bambang DH. Bak anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, Pemkot Surabaya tidak memberikan tanggapan yang jelas.
Meski pengaduan DPRD tidak digubris, para pedagang unggas itu pun tidak berputus asa. Kali ini mereka mengadu ke Masduki Baidlowi, anggota DPR RI asal Kota Surabaya yang menjadi anggota FKB DPR RI. Merasa prihatin menyaksikan kesewenang-wenangan orang kecil, pimpinan FKB yang akrab dipanggil dengan sebutan Cak Duki ini pun mengangkat persoalan ini pada rapat pimpinan FKB DPR RI, Selasa lalu. Bak gayung bersambut, Rapat pimpinan FKB DPR RI pun merespon positif masalah tersebut.
Lantas apa langkah konkret FKB untuk memperjuangkan hak-hak ekonomi para pedagang itu? Cak Duki menjelaskan, pihaknya akan melakukan aksi dengan menekan Pemerintah Kota Surabaya agar memberikan perhatian serius terhadap nasib pedagang unggas hidup tersebut.
“Kita minta Pemkot Surabaya untuk menyediakan lokasi bagi mereka berdagang tetapi tidak boleh jauh dari pasar Wonokromo. Karena di kawasan pasar itulah mereka puluhan tahun melakukan aktivitas bisnisnya. Kalau tidak demikian, FKB akan terus melakukan tindakan sampai harapan itu tercapai,” tegas Masduki lebih lanjut.
Saat ini para pedagang unggas hidup itu diminta pindah ke suatu kawasan baru di Karangpilang atau sekitar 5 Km dari daerah Pasar Wonokromo. Akan tetapi, mereka menolak, karena kawasan itu bukan kawasan pasar. Sehingga, mereka merasa dibuang oleh Pemkot Surabaya.
Sikap Pemkot Surabaya yang tidak setuju para pedagang unggas hidup itu kembali berjualan di Pasar Wonokromo, sebenarnya tidak terlepas dari kepentingan Walikota Surabaya, dan sejumlah elite politik di Surabaya. Karena menurut informasi, mereka memiliki saham dalam modernisasi pasar tersebut.
Karena itu, mereka yang menjadi korban, atau sebagian para pedagang unggas hidup itu adalah warga PKB. Menurut Cak Duki, yang paling berart dalam kasus yang menimpa para pedagang unggas hidup itu adalah adanya klausul dalam pembangunan dan pemanfaatan pasar itu. Dalam perencanaan sebelumnya, pasar itu akan tetap menampung seluruh pedagang yang ada jauh sebelum pasar itu direnovasi, termasuk di dalamnya pedagang unggas hidup. Ternyata, sekarang para pedagang unggas hidup itu, dilarang untuk berjualan di pasar itu.
Terkait dengan perubahan perencanaan itulah, menurut Cak Duki, yang nantinya juga akan dipersoalkan oleh FKB. “Kita bisa menuntut pasar itu ditutup, karena pemanfaatan pembangunan itu sudah tidak sesuai dengan rencana semula. Para anggota DPRD dari FKB di Pemkot Surabaya akan menuntut hal itu kepada Walikota Surabaya,” tegas Masduki kemudian.
“Karena ini menyangkut nasib rakyat kecil, FKB dengan berbagai cara akan mencari penyelesaian masalah ini hingga tuntas," tekadnya. (Dul)