Maftuh Basyuni: Terlalu Berat Beban Depdiknas Bila Harus Mengambil Alih Pendidikan Agama
Jumat, 11 Maret 2005 | 04:11 WIB
Jakarta, NU Online
Meski menyadari bila anggaran operasional untuk per unit cost di lembaga pendidikan madrasah sangat rendah, departemen agama tetap menolak menyerahkan wewenang pengelolaannya kepada Departemen Pendidikan Nasional, maupun mendesentralisasikan kewenangannya dalam kerangka otonomi daerah. Kualitas materi hasil pendidikan agama dan pergeseran kontrol struktur dijadikan Depag sebagai alasan utamanya.
“Sebenarnya dari pihak PP LP Ma’arif sudah mengusulkan kepada Depag untuk mendesentralisasikan pengelolaan pendidikan ke Pemerintah Daerah (Pemda) masing-masing seperti telah dilakukan oleh Depdiknas. Tapi Depag menolak dengan alasan khawatir mutu pendidikan agama akan merosot atau subtansi dari materi kurikulumnya kurang berbobot,” kata Najib Muchtar dalam percakapan dengan NU Online via handphone, Jumat (11/03).
<>Selain mengkhawatirkan merosotnya mutu pendidikan agama bila tidak diawasi langsung oleh Depdiknas. Depag juga mengkhawatirkan terjadi perubahan kontrol-kontrol akibat pergeseran struktural bila Depag di-otonomi daerahkan. “Kami dari PP Ma’arif mencoba meyakinkan Depag, nggak usah khawatir soal itu, sebab bisa dibuatkan mekanisme untuk melindunginya, lagi pula yang didesentralisasi itu kan hanya lembaga pendidikan agama, bukan bidang lainnya,” ungkap Najib yang mengaku akan mengadakan diskusi dengan sejumlah tokoh dan pemikir pendidikan dari kalangan nahdiyin di lantai 4 gedung PBNU.
Najib menambahkan, bahwa Pengurus Pusat (PP) LP Ma’arif hingga saat ini masih mendiskusikan dengan pihak Depag mengenai usulan para wakil rakyat untuk mengatasi minimnya biaya per unit cost dari anggaran negara bagi murid-murid di lembaga pendidikan madrasah dibanding sekolah-sekolah dibawa Depdiknas. “Dari kalangan NU sendiri dan PP LP Ma’arif masih belum ada kesamaan pendapat, apalagi kita semua tahu bahwa NU dalam sejarah menjadi penopang utama berdirinya Depag, jadi memang banyak masalah yang harus dibicarakan dulu sebelum melangkah apakah sebaiknya lembaga pendidikan madrasah diserahkan dari Depag ke Depdiknas supaya mendapatkan alokasi anggaran yang sama dengan sekolah-sekolah Depdiknas?
Sementara itu, menurut Anggota Komisi X DPR-RI Masduki Baidlowi, lembaga pendidikan madrasah, maupun pesantren akan sangat tertinggal bila tetap dibawa pengelolaan Depag. “Ada dua penyebab kenapa madrasah kurang bisa berkembang sehingga tertinggal dari sekolah-sekolah dibawa Depdiknas, yaitu sentralisasi Depag menyebabkan Pemda-Pemda merasa tidak punya kewajiban untuk mengalokasikan anggaran daerahnya buat madrasah di daerahnya masing-masing, dan halangan dari UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang hanya mengakui Depdiknas sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pendidikan. Akibatnya, anggaran Depdiknas jauh lebih besar dibandingkan dengan Departemen Agama. Karena Departemen Agama hanya dianggap sebagai penanggungjawab masalah-masalah pernikahan dan haji,” kata politisi yang akrab dipanggil dengan Cak Duki ini kepada NU Online, Jumat (11/03).
Karena itu, lanjut Cak Duki, madrasah-madrasah yang mayoritas dikelola warga NU, akan semakin tertinggal jauh dibanding sekolah-sekolah swasta Muhammadiyah, sekolah Kristen, Katholik, Budha maupun Hindu, sebab mereka sudah melangkah jauh dan didukungan keuangan yang mantap. “Saya usulkan untuk mengatasi hal itu, Depag sebaiknya menyerahkan pengelolaan madrasah kepada Depdiknas, sehingga Depag tinggal mengurusi masalah haji, masalah-masalah pernikahan dan pembinaan kerukunan umat beragama,” usulnya.
Apa yang diungkapkan Najib terbukti sudah. Dalam Rapat Kerja Gabungan Komisi VIII bidang agama dengan Komisi X bidang pendidikan di gedung Nusantara II DPR-RI kemarin, Kamis (10/03) Menteri Agama Maftuh Basyuni yang didampingi jajaran para dirjen dilingkungan Depag menolak usulan untuk melepaskan urusan pendidikan agama. Dia mengatakan, “Andaikata pendidikan agama digabungkan ke Depdiknas, maka Depdiknas akan kelebihan beban, sebab dengan hanya mengurusi tanggungjawabnya saat ini saja mutu lulusan dari sekolah dasar (SD) di Indonesia masih kalah jauh dari SD Vietnam yang menempati urusan ke-10, sedangkan SD di Indonesia menempati urusan ke-12,” tolaknya diplomatis di depan anggota Dewan dan Mendiknas.
Basyuni lantas mengusulkan kepada anggota Dewan, untuk tetap membiarkan masalah pendidikan agama ditangani Depag. “Yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan pengawasan terhadap pendidikan yang kami kelolah, “ pungkas Basyuni. (Dul)