Pengurus PP LP Maarif NU Masduki Baidlawi menyatakan salah satua program yang diperjuangkan oleh lembaganya dalam periode ini adalah menghilangkan diskirminasi pendidikan yang masih berjalan di Indonesia.
Bentuk diskriminasi pendidikan yang masih berlangsung adalah antara sekolah yang berada dibawah naungan Diknas dan Depag, antara sekolah negeri dan swasta, antara sekolah umum dan madrasah.<>
“Tak boleh terjadi diskriminasi pendidikan karena amanat UUD, negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, tanpa membedakan mereka yang pintar atau bodoh, mereka yang sekolah di negeri atau swasta dan mereka yang belajar di sekolah umum atau madrasah,” katanya ketika memberikan sambutan pada workshop guru IPA Madrasah Aliyah yang diselenggarakan oleh Maarif NU di Jakarta, Rabu.
Upaya menghilangkan diskriminasi ini juga dilakukan oleh pengurus Maarif NU Pekalongan dengan mengajukan judicial review tehadap UU Sisdiknas, khususnya pasal 55.
Pasal tersebut berbunyi Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan suberdaya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan atau pemerintah daerah. Ini setidaknya berpotensi menghilangkan kewajiban pemerintah dalam pembiayaan pendidikan dasar.
Ia menjelaskan, berasarkan rasio antara guru dan murid, Indonesia sebenarnya sudah cukup memadai karena rasio saat ini sudah mencapai 25 murid dengan 1 guru, mendekati ideal dari 20-1. Persoalan yang timbul adalah banyaknya guru yang mismatch dalam pengajaran.
Ia mencontohkan, banyak guru yang mengajar diluar kompetensinya, guru agama mengajar matematika, guru fisika mengajar agama dan lainnya. Akibatnya, murid tidak memperoleh pengetahuan secara maksimal.
“Ini bukan problem yang ada di madrasah, tetapi problem pendidikan nasional,” katanya.
Mantan anggota DPR RI komisi 10 yang membidangi pendidikan ini menegaskan, pelatihan ini merupakan upaya meningkatkan kualifikasi bagi para guru yang berada di lingkungan madrasah agar lebih setara dengan sekolah lainnya. (mkf)