Jakarta, NU Online
Salah satu upaya mengurangi beban berat harus ditanggung kebanyakan para orangtua untuk menyekolahkan anaknya secara berkualitas adalah dengan jaminan riil biaya pendidikan kembali ditanggun oleh pemerintah seperti diamanatkan UU.
"Kenapa Pemerintah tidak memberikan jaminan riil APBN dan APBD sebesar minimal 20 persen untuk anggaran pendidikan seperti diperintahkan Undang-Undang," kata Pengamat Pendidikan dari Universitas Lampung (Unila), Drs M. Thoha BS Djaya MS di Bandar Lampung, Minggu.
<>Menurut Thoha yang kini Pembantu Rektor III Unila itu, paling tidak di daerah-daerah, jaminan minimal 20 persen itu mulai dijalankan tanpa harus menunggu kesiapan anggaran pusat dalam APBN.
"Kebutuhan dana besar bagi pengelolaan sekolah dan pendidikan di daerah harus benar-benar ditopang oleh APBD karena kalau tidak, orangtua yang menanggung beban berat seperti sekarang ini," kata dia.
Thoha menyatakan, saat ini setelah pemerintah pusat tidak lagi menopang subsidi pendidikan seperti sebelumnya, sekolah-sekolah negeri dan swasta dituntut lebih banyak membiaya dirinya sendiri.
Padahal kebutuhan dana untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kelengkapan fasilitas pendidikan terus meningkat.
"Tidak ada jalan lain kecuali membebankannya kepada para orangtua siswa," ujar Thoha.
Tapi seharusnya selain dukungan riil 20 persen APBN dan APBD, dukungan dana pendidikan juga digali dari masyarakat secara luas, bukan melulu dipungut dari orangtua siswa.
"Kasihan orangtua yang berpendapatan rendah, sudah pasti akan minder dan berpikir dua kali menyekolahkan anaknya dengan biaya tidak terjangkau," katanya.
Pendapat serupa diungkapkan Ketua Komisi E DPRD Lampung, Ir KH Abdul Hakim Lc yang mengingatkan, di daerahnya semestinya pada APBD tahun 2004 sudah mulai direalisasikan ketentuan 20 persen untuk anggaran pendidikan.
"Paling tidak subsidi harus diberikan untuk pelaksanaan pendidikan dasar sembilan tahun di SD dan SMP yang tidak membebankan kepada orangtua terlalu berat," kata Hakim pula.
Ia malah berpendapat, idealnya dengan Program Wajar Sembilan tahun, selain penghapusan SPP, tidak ada lagi pungutan lain yang memberatkan baik di sekolah negeri maupun swasta.
"Harusnya subsidi diberikan pemerintah, tapi kenyataannya hampir tidak ada," kata Hakim lagi.
Namun begitu, dia mendesak pejabat berwenang untuk mengambil tindakan tegas terhadap keluhan besarnya pungutan dalam Penerimaan Siswa Baru (PSB) khususnya di sekolah negeri yang dinilai melampaui batas dan "mencekik leher" orangtua siswa.
"Bagaimana masyarakat yang tidak mampu bisa bersekolah tinggi walaupun pintar kalau tidak mampu memenuhi kewajiban membayar ke sekolahnya dan pemerintah tak dapat berbuat apa-apa," kata Hakim lagi.(ant/mkf)