Jakarta, NU Online
Konflik yang tengah memanas di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selepas Muktamar NU ke-31, yang baru saja digelar beberapa hari lalu, bila terus berlanjut dapat berdampak pada kerugian di umat Islam. Untuk itu upaya Islah yang ditawarkan menjadi jalan tengah harus terus diupayakan, agar usaha pembinaan umat dan perbaikan bangsa tidak terhenti di tengah jalan.
"NU dan Muhammadiyah dua organisasi keagamaan terbesar sangat diharapkan perannya dalam membangun bangsa dan negara. Tapi, bila persoalan internal terus berlarut akan menghambat proses perubahan yang selama ini didorong oleh kedua ormas terbesar di Indonesia itu," ujar pengamat NU dari Universitas Hamburg-Jerman, Marjani Gustiana Isyra menyorot krisis di NU seusai Muktamar NU yang di diadakan di Boyolali, Jawa Tengah belum lama ini.
<>Hal ini dikatakannya kepada NU Online disela-sela penutupan Muktamar ke-31, di Boyolali beberapa waktu lalu.
Dikatakan Marjani, walapun riak-riak kecil sering muncul dalam NU namun hal itu hendaknya jangan mengurangi upaya yang lebih besar dalam membangun civil society di masyarakat. Instrumen negara tidak banyak diharapkan tentang banyak hal, namun kekurangan itu hendaknya menjadi tugas dari organisasi kemasyarakatan seperti NU. "Kekuatan kontrol masyarakat, sangat diharapkan untuk mengimbangi sentralisasi kekuasaan. Tapi, bila organsiasasi itu lemah sebaliknya akan tercipta kekuatan negara yang tidak bisa diimbangi di masyarakat," ujarnya.
Ia lebih berharap, atas upaya perbaikan bangsa seperti soal pemberantasan korupsi dan perbaikan mental masyarakat yng dimulai dari sisi kultural. Karena, perubahan lewat kultur lebih berarti, ketimbang lewat sutruktur kekuasaan. "NU bisa diharapkan untuk menggiring masyarakat melalui pesan agama secara bertahap guna mengarahkan perbaikan bangsa dan negara," ungkap adik kelas Masykuri Abdillah ini. (cih)