Khutbah Jumat bukan kendaraan meluapkan emosi. Gunakanlah khutbah Jumat sebagai sarana pendidikan Islam, perbanyak nasihat, menguatkan keimanan dan mengajak pada ketakwaan.
Demikian dikatakan Rais Syuriah PBNU KH Saifudin Amsir di sela-sela rapat pleno PBNU di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, beberapa hari yang lalu.<<>br />
”Jangan mengatakan yang tidak pantas dalam khutbah Jumat, tidak boleh mengacung-acungkan tangan, memukul-mukul meja. Itulah adab berkhutbah," tegas Kiai Amsir, ulama Jakarta ini.
Dia mengatakan, seorang khotib tidak boleh membawa urusan politiknya, kepentingan pribadi dan kelompoknya di atas mimbar khutbah. ”Kalau ada orang yang mudah menyalahkan kelompok lain di mimbar khutbah, dia telah gegabah membaca agama. Ini bahaya,” jelasnnya.
Ketika ditanya tentang khutbah yang berisi serangan pada madzhab lain, Kiai Amsir menjawab, ”Itu prilaku absurd, baik dari sisi syariat atapun metode dakwah. Saya kira dia lebih banyak menyuarakan aspirasi politiknya, ketimbang agamanya.”
Dia mengihimbau pada para khotib Jumat supaya menuliskan teks khutbahnya. ”Menulis teks ini penting untuk menghindari emosi, kekhilafan, biar teliti. Kalau menulis, kita pasti akan membacanya berulang-ulang, mengedit, dan lain-lain. Di situlah kita akan berpikir dalam dan jernih,” pungkasnya. (hh)