Warta

Kembalikan UAMBN ke Madrasah

Kamis, 30 Desember 2010 | 01:34 WIB

Semarang, NU Online
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah menolak sistem pelaksanaan Ujian Akhir Madrasah tahun 2011 yang diselenggarakan Kementerian Agama RI. Hal ini disebabkan penyelenggaraan Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional  (UAMBN) Madrasah Tsanawiyah Tahun 2010 mengalami penyimpangan.

Ma’arif meminta NU Jateng  mendesak kepada Menteri Agama agar mengembalikan UAMBN pada sistem pengelolaan semula, yaitu diselenggarakan oleh madrasah.

<>

Demikian ditegaskan Ketua PW Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah, Drs  H Mulyani M Noor MPd di hadapan 1600 kepala madrasah/sekolah Ma’arif NU Jawa Tengah di Asrama Haji Donohudan Boyolali Ahad (26/12) lalu.

Menurut Mulyani bentuk penyimpangan tersebut adalah biaya UAMBN Madrasah Tsanawiyah seharusnya ditanggung oleh Dana DIPA Pembiayaan penyelenggaraan UAMBN Madrasah Tsanawiyah berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor DJ.I/576/2009 bab X pasal 13 adalah bersumber dari DIPA Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan DIPA Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi.

Dalam kenyataannya biaya penggandaan naskah seluruhnya ditanggung oleh peserta didik dengan menarik biaya sebanyak kurang lebih Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) setiap siswa untuk lima naskah soal (Al-Quran Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab).

“Biaya  Penyelenggaraan UAMBN Madrasah Tsanawiyah tidak Realistis dan Memberatkan Peserta Didik Penarikan biaya penyelenggaraan UAMBN Madrasah Tsanawiyah sebanyak kurang lebih Rp  10.000, untuk mengganti ongkos cetak lima naskah soal oleh Kementrian Agama atau kelompok kerja kepala madrasah yang ditunjuk di sejumlah kabupaten,  jelas-jelas menunjukkan perhitungan yang tidak masuk akal dan terjadi  pemborosan,”katanya.

“Hal ini dengan perbandingan jika penggandaan naskah  dilakukan oleh satuan pendidikan masing-masing yang selama ini sudah berjalan dengan  baik, cukup mengganti ongkos cetak sebanyak Rp 3.500,00. Berarti  mengalami pemborosan penarikan dana sebesar Rp 6.500,00 x jumlah peserta ujian."

Di samping itu, dalam naskah soal mata pelajaran tertentu seperti Fikih terdapat materi soal yang sifatnya digeneralisasikan sehingga kurang mencerminkan adanya ciri khas atau perbedaan pemahaman dalam hal yang bersifat praktik ibadah. Padahal pemerintah sendiri menganjurkan agar madrasah memunculkan ciri khasnya.

Dengan adanya sistem  pengelolaan UAMBN  yang ditangani oleh unsur Kementrian Agama di tingkat kota atau kabupaten dalam koordinasi Kementrian Agama Provinsi Jawa Tengah mulai  dari penyempurnaan soal dari pusat, pengetikan, pengeditan, penggandaan,  penarikan biaya cetak soal, dan model koreksi hasil ujian oleh madrasah masing-masing, menunjukkan bahwa Kemetrian Agama pusat melakukan  tindakan yang sangat teledor. Istilah Ujian Akhir Madrasah Bertaraf Nasional (UAMBN)  hanya akal-akalan yang hanya ingin mendapatkan keuntungan tertentu. 

Jika memang konsisten dan bertanggung jawab seharusnya Kementrian Agama pusat melaksanakan UAMBN secara sistematis, terjaga kerahasiaan soal, diawasi secara silang, dan dikoreksi secara sentral. Hal ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 48. (1)  ”Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.”

Melihat kenyataan tersebut, maka Ma’arif NU Jateng mendesak kepada  Kementerian Agama RI agar pelaksanaan UAMBN ke depan harus dilakukan secara  sistematis dan bertanggung jawab, mulai dari pengetikan soal, pengeditan  soal, penggandaan soal, dan koreksi hasil ujian.Soal biaya penggandaan soal UAMBN, Mulyani yang juga kandidat Doktor UNNES  seharusnya ditanggung oleh pemerintah sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam nomor DJ.I/576/2009 tentang Ketentuan Pelaksanaan UAMBN Tingkat MI dan MTs Tahun Pelajaran 2009-2010.

Jika penyelenggaran UAMBN sama dengan tahun kemarin, maka Ma’arif NU Jateng  mendesak kepada Menteri Agama agar mengembalikan UAMBN pada sistem pengelolaan semula, yaitu diselenggarakan oleh madrasah. (her)


Terkait