Jakarta, NU Online
Kemampuan membaca, matematika dan sains (IPA) rata-rata siswa usia 15 tahun (SLTA dan SLTP) Indonesia masih menduduki urutan terendah dari 41 negara di dunia, demikian hasil lembaga penelitian internasional yang diumumkan di Jakarta, Selasa sore.
Kepala pusat penilaian pendidikan Depdiknas, Bahrul Hayat, Ph.D, selaku ketua tim peneliti OECD PISA indonesia mengatakan, penelitian itu dilakukan terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 SLTP/SMU/SMK se-Indonesia pada 2003.
<>"Dari hasil penelitian itu, kemampuan membaca siswa RI menduduki urutan ke-39, kemampuan matematika urutan ke-39, kemampuan sains urutan ke-38 dari 41 negara maju dan berkembang yang diteliti oleh Lembaga penelitian OECD PISA dukungan bank dunia itu," katanya.
Sementara dalam kemampuan membaca, urutan 1-3 diraih Finlandia, Kanada dan Selandia Baru, kemampuan matematika urutan 1-3 diraih oleh Hongkong, Jepang dan Korsel, serta kemampuan sains diraih Korsel, Jepang dan Hongkong.
Menurut Bahrul, rendahnya kemampuan membaca rata-rata siswa RI berdasarkan hampir 69 persen siswa yang diteliti baru berkemampuan tahap-I, yakni sekadar membaca, belum mampu ke tahap-II (intepretatif), tahap-III (refleksi) dan tahap-IV (evaluasi).
Dari penelitian itu, diketahui bahwa 70 persen siswa RI hanya mampu menguasai matematika dan sains sebatas memecahkan satu permasalahan sederhana (tahap-I), belum mampu menyelesaikan dua masalah (tahap-II), belum mampu menyelesiakan masalah kompleks (tahap-III) dan masalah rumit (tahap-IV).
"Dari kelemahan membaca, menguasai matematika dan sains, dapat ditarik kesimpulan, perlunya revisi kurikulum pendidikan agar dapat mendorong siswa meningkatkan kemampuan tiga bidang serta peningkatan sdm para guru," kata Bahrul.
Untuk itu, katanya, Depdiknas segera menyempurnakan kurikulum pendidkan membaca mulai SD-SLTA, dan pengadaan buku teks yang mendorong siswa mampu membaca tidak hanya sekakar membaca tetapi memahami isi, mengevaluasi dan untuk memecahkan masalah sekitar.
Penyempurnaan kurikulum matematika dan sains yang mendorong siswa tidak hanya hafal rumus-rumus, tetapi mampu memecahkan soal yang rumit dan kompleks seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Depdiknas meningkatkan kemampuan mengajar membaca, Matematika dan IPA bagi guru SLTP dan SLTA melalui penataran bagi 600 ribu guru SLTP/SLTA se-indonesia yang sebelumnya didahului tes kemampuan ketiga bidang ilmu itu.
Pengembangan Kreatifitas
Berkaitan dengan hal ini, Ketua PBNU Prof Drs Cecep Syarifuddin mengatakan bahwa metodologi pendidikan kita sudah ketinggalan sehingga harus disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang ada.
Hal ini mungkin seperti banyaknya materi yang disampaikan di sekolah. Keragaman materi yang ada membuat siswa tidak dapat memahami secara mendalam apa yang mereka dapatkan. “Mereka hanya mengetahui permukaan saja dan tidak memahami permasalahan yang sebenarnya karena terlalu banyaknya materi yang harus mereka pelajari” ungkap Cecep.
Untuk itu agar kualitas pendidikan lebih baik, pendidikan mulai dari SD harus lebih difokuskan pada upaya membangun kreatifitas karena selama ini lebih cenderung pada hafalan bukan pada pemahaman. Pendidikan harus lebih difokuskan pada pengembangan kreatifitas intelektual, emosional, spiritual, individual, dan sosial.
Pada intinya, pengembangan anak harus mencakup 4 hal yaitu 1 how to know atau bagaimana untuk belajar, kedua, How to do atau bagaimana melakukan sesuatu, ketiga How to become atau bagaimana memahami dirinya sendiri, dan terakhir adalah how to live together atau bagaimana untuk hidup bersama dalam keseharian.
Hal lain adalah peningkatan kualitas guru baik dari sisi intelektualitas maupun kesejahteraan. Selama ini banyak sekali keluhan terhadap kesejahteraan guru, baik kecilnya gaji yang mereka peroleh maupun banyaknya potongan yang harus mereka sisihkan. Gaji yang mencukupi bukan hanya berkaitan dengan kesejahteraan tetapi juga berkaitan dengan rasa bermartabat guru.
Masalah kemampuan guru pun saat ini banyak sekali keluhan terhadap mereka. Guru dianggap kurang mampu mentransfer ilmu kepada anak didik dengan lebih baik. Untuk itu perlu dilakukan pelatihan dan dan pengembangan guru yang lebih baik.(ant/mkf)