Warta

Kasus Muhaimin Tak Terkait dengan NU

Kamis, 15 September 2011 | 04:51 WIB

Surabaya, NU Online
Kasus yang menimpa Kemenakertrans yang kebetulan menterinya Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, semakin membuat banyak orang prihatin. Sebab kasus besar yang sama juga banyak menimpa para petinggi partai lain dan telah menjadi berita yang tidak asing lagi di tengah masyarakat. 

Ketua PWNU Jawa Timur, KH M Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM, berharap agar semua kasus itu terus diproses sesuai dengan norma-norma hukum positif di Indonesia. “Kami berharap agar proses hukum dijalankan dan keadilan ditegakkan seadil-adilnya,” kata Kiai Mutawakkil, Kamis (15/9).
<>
Menurut pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo itu, masyarakat sudah cukup lama menunggu penegakan hukum dijalankan dengan  sungguh-sungguh di negeri ini dan keadilan dapat ditegakkan, tanpa pandang bulu.

Berita yang seringkali didengar masyarakat, hukum selama ini lebih mirip seperti pedang: tumpul di atas dan tajam di bawah. Artinya, tidak mempan ketika mengusut tokoh besar dan akan serius manakala yang ditangani rakya kecil.

Dan yang perlu dipertegas, kasus yang membelit Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar saat ini, menurut Kiai Mutawakkil, sama sekali tidak ada kaitan dengan NU. “Saya pertegas, NU tetap konsisten pada keputusan kembali ke Khittah 1926, menjaga jarak yang sama secara aktif, bukan hanya pasif, dengan semua partai politik,” tutu Kiai Mutawakkil.

Sikap NU menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik itu perlu dipertegas, menurut Kiai Mutawakkil, karena kader-kader NU bertebaran dan menjadi tokoh-tokoh penting di semua partai politik. 

“(Khittah) itu merupakan keputusan tokoh-tokoh NU dalam institusi tertinggi NU (muktamar), dan itu pula yang dilakukan oleh PWNU Jawa Timur,” lanjut Kiai Mutawakkil.

Karena sikap menjaga jarak yang sama secara aktif itu pula, tutur Kiai Mutawakkil, menjadikan kader-kader NU di beberapa partai politik tidak canggung datang ke PWNU Jawa Timur untuk mendiskusikan kebijakan pemerintah yang bermuara pada kepentingan umat, baik yang berskala regional maupun nasional.

Bahkan belakangan lebih bagus lagi, karena yang datang juga banyak dari kader yang duduk di eksekutif. Biasanya mereka datang untuk mendiskusikan pelayanan umat di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya.

“Tidak sedikit tokoh NU yang menjadi bupati atau wali kota, yang menggunakan kendaraan politik tidak hanya PKB, tapi juga partai-partai lain,” papar Kiai Mutawakkil. Dan itulah salah satu manfaat dari sikap kembali ke Khittah 1926.

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: M Subhan


Terkait