Warta

Kasus Busung Lapar Bukti Pemerintah Abaikan Nasib Rakyat

Jumat, 10 Juni 2005 | 07:22 WIB

Jakarta, NU Online
"Ada yang salah di negeri ini," ujar Drajat Martianto, peneliti Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor dalam dialog Topik Minggu Ini yang disiarkan SCTV, Jakarta, kemarin. Hal itu diungkapkannya menanggapi masih ditemukannya kasus busung lapar di beberapa daerah di tanah air  yang terjadi ketika Indonesia digembar-gemborkan telah meninggalkan kemiskinan.

Menurut Drajat, sebenarnya Indonesia telah mempunyai sistem peringatan dini yang dapat mengantisipasi mewabahnya penyakit, yakni pos pelayanan terpadu (posyandu). Jika posyandu itu benar-benar diefektifkan, kasus-kasus seperti busung lapar sudah dapat diatasi. "Tapi itu yang tak kita lakukan," ujar Drajat. Kendati begitu, Drajat mengakui ada beberapa faktor lain di luar masalah teknis yang menyebabkan busung lapar marak di Tanah Air.

<>

Kemiskinan menjadi salah satu penyebab utama anak-anak kurang gizi hingga busung lapar. Namun, kasus busung lapar yang terjadi di NTB, justru menjadi hal mengejutkan. Pasalnya, NTB justru salah satu daerah penghasil pangan.

Terkuaknya kasus busung lapar dan cizi buruk saat ini, lanjutnya menjadi satu bukti bahwa dalam pelaksanaan pembangunan masih mengabaikan nasib rakyat. Secara konsep,  pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, diarahkan untuk rakyat, tetapi dalam aplikasinya di lapangan, kurang sekali menyentuh kepentingan rakyat. "Lihat saja komposisi APBN dan APBD semua provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, rata-rata alokasi belanja publik jauh lebih rendah dari belanja rutin. Bagaimana mungkin bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat, kalau alokasi dananya kecil," katanya.
       
Ironisnya lagi, kata Drajat, dana untuk belanja publik banyak diarahkan untuk proyek-proyek yang kurang relevan dengan usaha peningkatan kesejahteraan rakyat, misalnya diarahkan untuk pembangunan tugu di tengah kota dengan dana puluhan miliar rupiah.
       
Menurut dia, jika pemerintah benar-benar ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat, kebijakan pembangunan dan alokasi dana, harus lebih banyak diarahkan untuk kepentingan rakyat, teutama bagi daerah-daerah yang tingkat kemiskinannya masih  tinggi. "Indonesia adalah daerah kaya. Tanahnya subur, potensi ikannya besar, begitu pula hasil tambangnya melimpah, jadi sangatlah mengherankan kalau ada rakyat di Indonesia yang busung lapar. Ini pasti ada kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan," katanya.
       
Oleh karena itu, kata Drajat, pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, harus memperbaiki orientasi  pembangunannya. Sektor-sektor yang dapat mendorong peningkatan penghasilan dan kesejahteraan rakyat, harus lebih diutamakan. Tunda pelaksanaan proyek-proyek yang sifatnya hanya untuk "gagah-gagahan" dan kurang memiliki  manfaat bagi rakyat. Arahkan kebijakan dan dana untuk membangun infrastruktur yang memungkinan rakyat dapat mengembangkan usaha secara leluasa, ujarnya.
       
Ia menambahkan, kebijakan yang bisa mengakibatkan meningkatnya beban rakyat, seperti menaikan harga BBM, tarif dasar listrik dan biaya transportasi, harus dihindari. Subsidi untuk rakyat, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan, juga harus ditingkatkan.

Sekadar di ketahui secara nasional, kasus busung lapar yang menyerang anak-anak usia di bawah lima tahun di Indonesia mencapai angka delapan persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah anak usia 0-4 tahun mencapai 20,87 juta pada 2005. Artinya, jumlah balita yang menderita busung lapar saat ini sekitar 1,67 juta jiwa. (sctv/cih)


Terkait